Pajak Diramal Tak Capai Target Tahun Ini, Bukan karena Banjir Insentif

Pemerintah menambah sejumlah insentif pajak kepada dua usaha dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. Meski demikian, kinerja penerimaan pajak diperkirakan tak akan banyak terpengaruh dan masih mampu mencapai 91% hingga 95% target tahun ini. 

Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet memperkirakan realisasi pajak hingga akhir tahun sebesar Rp 1.175 triliun hingga Rp 1.122 triliun, atau 91%-95% dari target APBN 2021 sebesar Rp 1.229,6 triliun.  Ini sedikit lebih rendah dari proyeksi yang dibuat pemerintah awal bulan lalu 95,7%.

“Faktor yang mendorong tidak tercapainya target penerimaan pajak lebih karena kinerja perekonomian. Pemberian insentif pajak relatif lebih kecil pengaruhnya,” kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa, (3/8)

Menurut dia, pemerintah tentu sudah menghitung potensi kehilangan pendapatan negara dari pemberian insentif pajak sehigga tak akan banyak mempengaruhi realisasi pajak. Adapun kemungkinan terjadinya shortfall pajak disebabkan oleh melesetya target pertumbuhan ekonomi.

“Defisit anggaran mungkin bisa sedikit melebar di kisaran 5,8% sampai 5,9% pada akhir tahun.” kata dia.

Yusuf menilai, subsidi pajak sangat penting bagi dunia usaha. Namun, insentif menjadi tak efektif lantaran ekonomi masih terhambat kenaikan kasus. Ia menilai, insentif pajak dapat memberikan efek signifikan pada perekonomian jik ekonomi mulai pulih.

Pengamat pajak INDEF Nailul Huda menilai insentif pajak yang diberikan pemerintah saat ini sudah cukup banyak. Namun, belum ada efek yang signifikan pada pemulihan ekonomi. 

“Karena perekonomian hingg kini belum terdorong optimal, maka insentif perpajakan yang ada sekarang patut dievaluasi efektivitasnya supaya insentif pajak yang diperlukan saja yang diberikan.” ujarnya.

Nailul menyarankan, pemerintah sebaiknya membatalkn rencana pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II. Hal ini menurutnya hanya akan membebani penerimaan negara yang lebih dalam.

Kementerian Keuangan awal bulan lalu mengusulkan program peningkatan kepatuhan wajib pajak (WP) dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Program tersebut berupa pengungkapan aset yang tidak dilaporkan dalam kegiatan pengampunan pajak atau tax amnesty pada 2016.

Terdapat dua kebijakan pengungkapan aset dalam RUU KUP tersebut. Pertama, pengungkapan aset per tanggal 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan pada saat tax amnesty. Pengungkap aset akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 15% dari nilai aset. Namun, tarif akan diberikan sebesar 12,5% jika aset tersebut diinvestasikan ke surat berharga negara (SBN) yang ditentukan pemerintah.

Kemudian, WP akan diberikan fasilitas penghapusan sanksi. WP yang gagal berinvestasi dalam SBN terdapat konsekuensi pembayaran 3,5% dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investasi atau 5% dari nilai aset apabila kerugian ditetapkan oleh Ditjen Pajak.

Kedua, pengungkapan aset WP orang pribadi yang diperoleh pada 2016-2019 dan masih dimiliki namun belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) 2019. Dengan demikian, akan dikenakan PPh final 30% dari nilai aset atau 20% dari nilai aset jika diinvestasikan dalam SBN yang ditentukan pemerintah. WP dalam skema ini juga dibebaskan dari sanksi denda administrasi.

Bagi WP yang gagal berinvestasi dalam SBN, diwajibkan membayar 12,5% dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investas. Sedangkan, bagi yang diungkap oleh Ditjen Pajak, membayar 15%.

Sumber: katadata.co.id, Selasa 3 Agustus 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only