Target Pajak 2022

Pemerintah mematok target penerimaan pajak tahun 2022 sebesar Rp 1.262,9 triliun. Angka tersebut tumbuh 10,5% dibandingkan outlook penerimaan pajak di tahun ini sebesar Rp 1.142,5 triliun. Lonjakan penerimaan pajak tahun depan akan disumbang dari pertumbuhan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% secara year on year (yoy) dan pajak penghasilan (PPh) tumbuh 10,7% yoy.Mengutip dokumen Nota Keuangan RAPBN 2022 disebutkan,

Kementerian Keuangan telah menyiapkan kebijakan teknis untuk mencapai target penerimaan pajak tahun depan. Pertama, perluasan basis pemajakan antara lain meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak melalui kegiatan edukasi dan peningkatan pelayanan. Kemudian, kedua, peningkatan ekstensifikasi dan pengawasan berbasis kewilayahan sehingga jangkauan kepada wajib pajak semakin luas.

Ketiga, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemkeu akan melakukan perluasan kanal pembayaran pajak untuk memudahkan wajib pajak mengakses satu aplikasi yang dapat melakukan pembayaran berbagai jenis pajak. Keempat, optimalisasi pengumpulan dan pemanfaatan data, baik internal maupun eksternal termasuk data automatic exchange of information (AEoI) dan data perbankan.

Kelima, DJP akan menegakkan hukum yang berkeadilan dan mendorong kepa tuhan wajib pajak. Terakhir, DJP akan melanjutkan proses reformasi perpajakan yang meliputi pilar-pilar organisasi, sumber daya manusia, proses bisnis, data dan IT, serta regulasi yang salah satunya melalui pengembangan core tax system.

Melihat kondisi aktivitas dunia usaha belum sepenuhnya pulih, terlebih adanya kebijakan penurunan tarif PPh badan tahun depan menjadi 20%, dari yang berlaku saat ini sebesar 22%, target penerimaan pajak tahun depan masih terlalu optimis. Penurunan aktivitas ekonomi sangat mempengaruhi penerimaan pajak. Tahun ini, misalnya, penerimaan pajak diproyeksikan tidak mencapai target atau terjadi shortfall pajak sebesar Rp 53,3 triliun atau hanya akan mencapai Rp 1.176,3 triliun.

Realisasi ini setara dengan 95,7% dari target sebesar Rp 1.229,6 triliun. Tidak tercapainya target penerimaan pajak tahun ini disebabkan sejumlah sektor bisnis terpukul kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di wilayah Jawa-Bali pada 3-17 Juli 2021. Kemudian, pemerintah mengubahnya menjadi PPKM berdasar level di Jawa-Bali dan beberapa wilayah di luar Jawa-Bali, dan sudah diperpanjang beberapa kali.

Terakhir, pemerintah memperpanjang PPKM di Jawa-Bali hingga 23 Agustus mendatang, meski sudah ada pelonggaran dibandingkan sebelumnya. Pembatasan kegiatan masyarakat berdampak pada kinerja atau produktivitas sektor-sektor ekonomi yang non-esensial dan kritikal. Contohnya sektor industri manufaktur terganggu produksinya dengan adanya pengurangan jumlah pegawai yang masuk kerja. Sektor perdagangan juga menurun akibat pembatasan aktivitas ritel, berkurangnya mobilitas dan konsumsi masyarakat.

Terjadinya penurunan konsumsi masyarakat berdampak pada penurunan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN). Kondisi ini bisa dipahami karena penerimaan PPN selaras dengan tingkat konsumsi masyarakat dan berkaitan erat dengan kegiatan ekonomi tahun berjalan. Sektor pariwisata dan transportasi juga tak luput dari dampak pembatasan mobilitas masyarakat yang ingin berwisata ataupun melakukan perjalanan. Penerimaan pajak tahun depan diperkirakan belum akan menunjukkan level optimal dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.

Selain karena targetnya dinaikkan dan kegiatan ekonomi masih terpengaruh pandemi, penerimaan pajak tahun depan akan terpengaruh faktor pem berlakuan kebijakan tarif pajak penghasilan (PPh) badan yang akan turun menjadi 20%, dari yang berlaku tahun ini sebesar 22%. Kinerja PPh Badan cukup fundamental terhadap penerimaan pajak. Jenis pajak tersebut merupakan salah satu kontributor terbesar dalam struktur penerimaan pajak.

Untuk menyubstitusi penurunan penerimaan PPh Badan, langkah yang perlu diambil adalah ektensifikasi pajak. Penerima an pajak sangat bergantung pada kondisi ekonomi. Kondisi saat ini hingga tahun depan masih diliputi ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Dalam kondisi ekonomi normal saja target penerimaan pajak tidak tercapai, apalagi dalam kondisi yang sangat terpukul. Pada 2019 saat virus corona belum berdampak pada per ekonomian Indonesia, penerimaan pajak masih bisa mencapai Rp 1.332,7 triliun.

Optimalisasi penerimaan pajak harus mempertimbangkan sektor-sektor usaha yang jadi target. Optimalisasi penerimaan pajak sebaiknya hanya pada sektor-sektor bisnis yang benar-benar sudah pulih.

Tak hanya itu, optimalisasi penerimaan pajak perlu dilakukan terhadap wajib pajak yang tidak atau paling sedikit terdampak pandemi. Optimalisasi pungutan pajak juga jangan sampai mengor bankan wajib pajak yang selama ini telah patuh. Dengan demikian, pemungutan pajak dilakukan secara fair dan dapat meningkatkan kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas.

Sumber: investor.id, Rabu 18 Agustus 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only