Ekonom Nilai Target Defisit RAPBN 2022 Tak Realistis

Jakarta, CNN Indonesia — Pengamat APBN Awalil Rizky menilai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 tak realistis. Hal ini khususnya terkait defisit yang ditargetkan sebesar Rp868 triliun atau 4,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Awalil menjelaskan pemerintah memiliki tantangan berat untuk menurunkan defisit APBN di bawah 5 persen tahun depan. Masalahnya, rasio defisit tahun ini diproyeksi mendekati angka 6 persen.

“Pemerintah mengakui bahwa PDB 2021 yang berjalan saat ini tak sebesar yang diperkirakan, maka rasio defisit naik. Apakah 5,82 persen sesuai rencana, itu tidak tepat karena PDB lebih rendah dari perkiraan,” ucap Awalil dalam diskusi daring, Rabu (18/8).

Alhasil, jika pemerintah berhasil menekan defisit menjadi Rp961 triliun tahun ini, maka Awalil memproyeksi rasionya bukan 5,82 persen seperti target pemerintah. Menurutnya, rasio defisit bisa mencapai 5,98 persen atau mendekati 6 persen.

“Dengan begitu upaya menurunkan defisit ke 4,85 persen pada 2022 menjadi tantangan serius, bisa tidak 4,85 persen,” kata Awalil.

Kendati berhasil sesuai target, yakni defisit 5,82 persen terhadap PDB, Awalil menyebut tetap akan menjadi masalah pada 2023 mendatang. Pasalnya, pemerintah menargetkan defisit APBN harus kembali di bawah 3 persen pada 2023.

Jika ingin seperti itu, seharusnya defisit APBN pada 2021 maksimal hanya 5 persen dan 2022 maksimal 4 persen. Jika lebih dari itu, maka pemerintah berpotensi melakukan langkah luar biasa (extraordinary) untuk menekan defisit menjadi 3 persen pada 2023 mendatang.

“Kalau seperti ini nanti ada upaya extraordinary dan ngerem karena kan defisit ini didapat dari belanja dan pendapatan,” ujar Awalil.

Ia menduga akan ada upaya lebih dari pemerintah untuk mengerek pendapatan sebesar-besarnya atau mengerem belanja secara mendadak. Namun, jika pendapatan naik secara sekaligus mulai tahun ini akan berat.

“Mungkin menggunakan tax amnesty itu belum dihitung dalam RAPBN 2022, jadi belanja bisa direm, tapi belanja seperti apa. Saya ingin tekankan secara wacana fiskal ini pemerintah tidak memiliki exit strategy yang jelas menuju defisit 3 persen, tidak realistis,” jelas Awalil.

Dari segi pendapatan, pemerintah menargetkan mengantongi Rp1.840,7 triliun dalam RAPBN 2022. Angkanya naik 6 persen dari outlook 2021 yang sebesar Rp1.735,7 triliun.

“Ini lumayan dari biasanya, tapi bukan prestasi karena ada low based effect pada 2020,” imbuh Awalil.

Meski naik, angkanya tetap di bawah penerimaan 2019 atau sebelum covid-19 yang mencapai Rp1.960,6 triliun. Salah satu yang mendorong penerimaan adalah pajak. Tercatat, pemerintah menargetkan pajak naik 9,5 persen menjadi Rp1.506,9 triliun.

“Apakah realistis? Tergantung. Kalau diasumsikan pemulihan ekonomi 2022 terjadi ya realistis, tapi tetap saja 2020 kan sudah turun jadi ada low based effect,” terang Awalil.

Sementara, pemerintah menargetkan belanja sebesar Rp2.708,7 triliun pada 2022. Angkanya naik tipis dibandingkan dengan outlook 2021 yang sebesar Rp2.697 triliun.

Awalil menambahkan bahwa pemerintah harus lebih efisien dalam mengalokasikan belanja negara. Efisien bukan berarti dikurangi.

Namun, pemerintah bisa lebih menghasilkan output lebih banyak dari sebelumnya. Hal ini salah satunya dengan cara refocusing ke sektor yang lebih berdampak terhadap pada proses pemulihan ekonomi.

Spending better, penghematan, itu kan efisiensi. Bisa turun nominal atau nominal sama tapi dapat output lebih banyak. Menghemat tidak selalu mengurangi uang,” pungkas Awalil.

Sumber: CNN Indonesia, Rabu 18 Agustus 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only