Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap potensi penerimaan pajak pada semester I-2021 hilang Rp 48,74 triliun. Hal itu dikarenakan pemerintah memberikan beragam insentif pajak untuk bidang kesehatan dan dunia usaha guna keringanan dalam masa pandemi COVID-19.
Hilangnya potensi penerimaan pajak Rp 48,74 triliun berasal dari insentif pajak untuk bidang kesehatan yang digelontorkan Rp 3,64 triliun. Lalu insentif dunia usaha Rp 45,1 triliun, yang diberikan untuk pajak penghasilan (PPh) 21, PPh 22, PPh 25, pajak pertambahan nilai (PPN), penurunan tarif wajib pajak (WP) Badan, dan PPh final UMKM.
“Meski penerimaan APBN mengalami pemulihan, kita tetap menggunakan pajak dan perpajakan sebagai instrumen pemulihan. Belum secara full untuk collection, insentif kita berikan,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (23/8/2021).
Lebih rinci dijelaskan, insentif kesehatan sebesar Rp 3,64 triliun diberikan untuk pembebasan pajak dari barang yang dibutuhkan selama pandemi COVID-19 meliputi pajak ditanggung pemerintah (DTP) dan non DTP, pengadaan 53,91 juta dosis vaksin, dan 3 alat kesehatan terbesar seperti PCR, masker, dan obat-obatan.
Untuk insentif pajak dunia usaha, diberikan guna mendukung daya tahan selama pandemi. Insentif PPh 21 misalnya, diberikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat di mana sebanyak 90.858 pemberi kerja menikmati insentif ini dengan nilai Rp 1,63 triliun.
Demikian pula PPh 22 impor untuk 15.989 WP dengan nilai Rp 13,03 triliun, PPh 25 untuk 69.654 WP dengan total Rp 19,31 triliun, PPN kepada 1.564 WP dengan total 2,79 triliun, penurunan tarif PPh 35 WP badan, serta PPN DTP properti PPnBM.
“Penurunan tarif WP badan dinikmati oleh seluruh WP badan, itu berarti kita kehilangan Rp 6,84 triliun. PPh final UMKM ditanggung pemerintah Rp 380 miliar, insentif PMK 21 terutama untuk PPN perumahan mencapai Rp 0,16 triliun dari 709 penjual, dan PPN DTP mobil dari 5 penjual Rp 930 miliar,” bebernya.
Dengan beragam insentif tersebut penerimaan pajak sepanjang 2021 diproyeksi akan loyo, ditambah adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada semester II tahun 2021. Penerimaan pajak semester II diproyeksi mencapai 92,9% atau tumbuh 6,6%, namun masih lebih rendah dibanding semester I-2021.
“Pengaruhnya muncul di semester II kuartal III. Bulan Juli-Agustus akan terpukul, kita perkirakan menyebabkan penerimaan pajak terefleksi,” ucap wanita yang akrab disapa Ani ini.
Di sisi lain, penerimaan kepabeanan dan cukai serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diproyeksi tumbuh. “Untuk kepabeanan dan cukai kita hadapi di atas target yaitu 108,6% dengan growth 9,5%, lebih rendah dibanding tahun lalu. PNBP tercapai di atas target 119,8%, tumbuh 3,9% terutama berasal dari SDA dan komoditas,” pungkas Sri Mulyani.
Sumber: finance.detik.com