Kejar Reformasi Pajak, DJP Dorong Tax Ratio Indonesia Bisa 14,4 Persen

Merdeka.com – Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Hestu Yoga Saksama mengatakan, pemerintah melakukan reformasi perpajakan untuk mencapai tax ratio atau rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 14,4 persen. Tax ratio Indonesia saat ini per 2019 sebesar 9,76 persen, yang sudah termasuk pajak, bea cukai, dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

“Tax ratio kita termasuk yang sangat rendah jika dibandingkan dengan negara Asean lain,” kata Hestu seperti dikutip dari Antara dalam diskusi daring Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dipantau di Jakarta, Jumat (27/8).

Menurut Hestu, rasio pajak sebesar 14,4 persen sudah realistis karena sudah mengurangi potensi pajak tidak tergali sebesar 3,6 persen atau 20 persen dari rasio pajak Indonesia yang seharusnya 18 persen.

“Jarak mencapai 14,4 persen itu ada sekitar 4,9 persen. Dari sekarang kita mau menutup gap itu dengan mereformasi administrasi dan kebijakan perpajakan yang harus berjalan dua-duanya,” kata Hestu.

Secara keseluruhan, tujuan reformasi perpajakan adalah untuk mencapai basis pajak yang luas, kepatuhan pajak yang tinggi, dan penerimaan pajak yang sehat serta berkelanjutan. Selain itu, reformasi dapat membuat sistem perpajakan lebih adil, sehat, efektif, dan akuntabel.

Pada kebijakan perpajakan, pemerintah berusaha mengatasi tantangan perpajakan dengan menerbitkan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

“Di DJP, kami melihat tantangan bahwa pajak kita kurang adil, kurang regresif. Kemudian basis pajak kita masih sempit, buktinya tax ratio kita tidak cover pertumbuhan PDB,” ucapnya.

Walaupun RUU KUP kemungkinan belum mengatasi semua tantangan perpajakan, tapi Hestu meyakini setidaknya sebagian tantangan perpajakan di Indonesia, seperti terkait masih sedikitnya lapis Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dan terkait perpajakan lintas negara, dapat mulai diatasi.

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyatakan upaya untuk memastikan kelanjutan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) menjadi kunci dalam mendorong penerimaan pajak tahun depan.

“Dari sisi penerimaan memastikan kelanjutan RUU KUP menjadi salah satu kunci dalam mendorong penerimaan pajak yang lebih baik di tahun depan,” kata Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet, dikutip dari ANTARA di Jakarta, Jumat (27/8).

Selain itu, Yusuf mengatakan pemerintah juga dapat melakukan upaya lain sembari menunggu selesainya pembahasan RUU KUP bersama DPR RI seperti mendorong proses intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak.

Ia menjelaskan hal tersebut dapat dilakukan dengan memeriksa kembali data para wajib pajak untuk memastikan telah dilaporkan dan dibayarkan kewajibannya dengan baik dan benar.

Tak hanya itu, proses intensifikasi juga dapat dilakukan kepada wajib pajak yang menggunakan database pada program tax amnesty yang telah dilakukan pada 2016 lalu.

Sementara dalam langkah ekstensifikasi, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mendorong penerimaan pajak dari beberapa sumber penerimaan baru seperti wealth tax maupun carbon tax.

“Kedua pendekatan ini banyak digunakan negara lain dalam mendorong penerimaan negara khususnya setelah pandemi selesai,” ujarnya.

Ia menambahkan upaya untuk mendorong penerimaan pajak yang dalam RAPBN 2022 ditargetkan sebesar Rp1.262,9 triliun juga dapat dilakukan melalui perbaikan administrasi perpajakan.

Sumber: merdeka.com, Sabtu 28 Agustus 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only