Sri Mulyani Batalkan Rencana Pajak Sembako dan Jasa Pendidikan

JAKARTA – Kementerian Keuangan berencana melakukan perluasan pajak, salah satunya mengenakan pajak sembako dan jasa pendidikan. Hanya saja rencana tersebut tidak akan direalisasikan.

Pemerintah membatalkan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan pokok (sembako) dalam skema Pajak Pertambahan Nilai baru. Keputusan tersebut tertuang di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Perubahan skema pungutan untuk kebutuhan dasar masyarakat ini dilandasi oleh desakan banyak kalangan dan mempertimbangkan besarnya konsumsi untuk barang tersebut. Dengan demikian, kebutuhan pokok tetap menjadi barang kena pajak (BKP), namun mendapatkan fasilitas dalam bentuk tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau PPN.

Hal ini berbeda dibandingkan dengan usulan sebelumnya, di mana BKP atau jasa kena pajak (JKP) yang termasuk kebutuhan dasar tetap dikenakan tarif sebesar 5% atau 7% lebih rendah dibandingkan dengan tarif umum. Adapun, besaran tarif umum dalam skema PPN multitarif usulan pemerintah adalah sebesar 12%.

“Sembako (bahan pokok) yang memang benar-benar dibutuhkan masyarakat banyak justru akan kita fasilitasi [dengan] PPN tidak dipungut,” kata Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama, dikutip dari Solopos, Kamis (2/9/2021).

Yoga menambahkan, kebijakan serupa juga berlaku terhadap jasa sektor pendidikan. Adapun, untuk jasa kesehatan, pungutan PPN hanya dikenakan terhadap fasilitas medis yang tidak ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Menurutnya, keputusan tersebut diambil pemerintah lantaran sudah mendengarkan masukan dari berbagai kalangan masyarakat.

“Pendidikan yang sifatnya dasar, jasa, dan pangan dasar tidak akan dikenakan PPN. (Ini dilakukan karena) kami mendengarkan suara masyarakat,” tegasnya.

C-Efficiency PPN di Tanah Air Masih Rendah Di sisi lain, Yoga menjelaskan bahwa dasar dari dijadikannya hampir seluruh jenis barang dan jasa sebagai BKP dan JPK karena C-Efficiency PPN di Tanah Air yang masih rendah yakni hanya 63,58%.

Artinya, pemerintah hanya bisa memungut 63,58% dari total potensi PPN yang bisa ditarik di dalam negeri. Rencana pengenaan PPN terhadap bahan pokok adalah yang pertama kalinya dilakukan oleh pemerintah.

Sumber: okezone.com, Kamis 2 September 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only