Generasi Milenial, Ini yang Harus Dipertimbangkan untuk Membeli Rumah

 Membeli hunian baru, khususnya di kalangan milenial, membutuhkan perencanaan yang komprehensif, tujuan yang jelas, serta kesiapan yang matang. Kemudian setelah terwujud, hunian sepatutnya mendapat perlindungan yang sesuai guna menghindari kecemasan, dan menjamin kehidupan yang nyaman bagi penghuni.

Namun demikian, banyak yang melihat bahwa generasi milenial bisa menjadi kelompok yang sulit membeli rumah karena banyak mengalokasikan biaya atau uang untuk kebutuhan lain. Padahal, dari catatan Bank Indonesia pada 2019, debitur usia muda 26-35 tahun lebih mendominasi pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan pada tahun kelompok usia tersebut mulai mendominasi pasar properti.

Ada beberapa hal yang dijadikan pertimbangan untuk keputusan membeli rumah, di antaranya yakni keinginan untuk memiliki aset yang pasti selain gaji serta kemauan untuk berinvestasi. Selanjutnya, untuk mulai membeli hunian, calon pembeli perlu fokus mengumpulkan down payment (DP), misalnya dengan memasukkan tabungan DP rumah ke instrumen investasi seperti reksadana atau saham, serta mencari penghasilan tambahan atau menyesuaikan gaya hidup.

Jika tujuan membeli hunian adalah untuk berbisnis atau investasi, generasi milenial pun dapat menghasilkan keuntungan yang signifikan.

“Bisnis properti bisa dilakukan sejak usia muda. Yang penting sudah memenuhi syarat untuk proses administrasi dan sejumlah pengetahuan tentang investasi atau berbisnis di sektor properti. Kalau sudah di atas 21 tahun berarti sudah bisa mengajukan kredit. Untuk mengajukan kredit yang dibutuhkan adalah cash flow dari bisnis yang dijalankan,” ujar Investor Properti, Anthony Sudarsono, dalam siaran pers Kamis (9/9).

Menurut Anthony, bisnis properti dapat dikatakan mudah asalkan strategi pemilihan tempat, mitra seperti bank, hingga kontraktor sudah dikuasai. “Jika memang belum memiliki modal uang maka sebaiknya mempelajari proyeksi, perhitungan dan ilmu terkait penjualan dan bisnis properti. Dengan demikian, kita dapat melakukan pengajuan ke orang yang memiliki modal. Jika hal ini sudah dilakukan, maka pengalaman dan latar belakang yang baik sudah dimiliki, dan akan lebih mudah mengajukan pembiayaan ke bank untuk mengembangkan bisnis ke depan,” jelas dia..

Saat properti sudah ditemukan maka pembeli sebaiknya menyiapkan perlindungan yang cocok dari berbagai risiko yang tidak diinginkan. Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2020, terdapat lebih dari 2.000 bencana alam yang didominasi oleh banjir dengan total jumlah kerusakan rumah melebihi 42.000. Selain itu, semakin bertambahnya perumahan di lingkungan perkotaan yang berupa hunian padat penduduk turut menghadirkan potensi musibah, seperti kebakaran dan pencurian yang menyebabkan risiko kehilangan atau kerusakan semakin mungkin terjadi.

“Ketika hunian sudah dimiliki, penting diingat bahwa beberapa risiko perlu diantisipasi, sehingga rumah sebagai aset dan tempat tinggal tetap terjaga. Asuransi yang tepat dapat memberi perlindungan komprehensif. Dengan produk Allianz yaitu RumahKu Plus, nasabah dapat hidup nyaman dan terlindungi dengan jaminan untuk akomodasi sementara, kebakaran, banjir, gempa bumi, kerusakan harta benda, ganti rugi atas kematian tertanggung, serta terorisme dan sabotase,” kata Head of Personal Lines & Product Development Allianz Utama Indonesia Alwin Jasim.

Dia menambahkan, berbicara mengenai rumah, berarti juga berbicara mengenai isi dari rumah. Dengan memiliki asuransi RumahKu Plus, isi dari rumah seperti perabot rumah tangga atau furniture dan barang-barang elektronik pun dapat terlindungi dari bermacam risiko sehingga tidak hanya bangunan saja yang dapat dijamin.

Sehubungan dengan gejolak perekonomian Indonesia yang dilanda pandemi Covid-19, investasi properti ternyata masih menjadi pilihan unggul karena nilai aset yang tetap meningkat dan risiko yang bisa dikatakan cukup rendah. Memiliki hunian di tengah pandemi pun menjadi salah satu prioritas, ditambah lagi sebagai opsi menarik untuk investasi jangka panjang.

Pemerintah sudah meluncurkan upaya-upaya untuk mendorong sektor properti dengan memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada properti berjenis rumah tapak, dan rumah susun dengan batasan harga jual maksimal Rp 5 miliar. Sebelumnya Bank Indonesia juga telah menerbitkan kebijakan yang memungkinkan perbankan memberikan KPR denganDP atau uang muka 0 persen.

“Selain sebagai kebutuhan primer, rumah juga berperan sebagai aset. Selain itu, cicilan setiap bulannya memaksa kita untuk lebih berhemat, dan KPR merupakan utang produktif dengan potensi nilai aset yang bisa naik setiap tahunnya. Yang terpenting adalah tekad yang kuat, serta memiliki perencanaan untuk perlindungan properti dan penghuni yang sesuai,” tambah Alwin.

Sumber: beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only