Pajak Meningkat, Ekonomi Indonesia Menuju Pemulihan

 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan realisasi pendapatan negara hingga akhir Agustus 2021 sebesar Rp 1.177,6 triliun atau 67,5% dari target APBN sebesar Rp 1.743,6 triliun. Dari jumlah itu, realisasi penerimaan pajak Rp 741,3 triliun atau telah mencapai 60,3% dari target Rp 1.229,6 triliun.

Sementara itu, aktivitas ekonomi berangsur membaik sejak Agustus dan diprediksi terus meningkat hingga akhir 2021. Realisasi pendapatan Negara hingga akhir Agustus 2021 tumbuh 13,9% (yoy) dibandingkan periode sama 2020 yaitu sebesar Rp 1.034,3 triliun yang turun 13,1% dari Agustus 2019. Pendapatan negara sebesar itu terdiri atas penerimaan pajak Rp 741,3 triliun, bea dan cukai Rp 158 triliun, dan PNBP Rp 277,7 triliun.

“Penerimaan pajak membaik, naik signifikan 9,5% dari periode yang sama tahun lalu,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTA), di Jakarta, Kamis (23/9).

Sementara itu, penerimaan bea dan cukai mencapai Rp 158 triliun atau 73,5% dari target APBN dan mampu tumbuh 30,4% dibandingkan periode sama tahun lalu. Peningkatan penerimaan bea cukai didorong pertumbuhan bea masuk sebesar 111,8% karena peningkatan tren kinerja impor nasional dan juga didukung pertumbuhan cukai sebesar 17,7%.

Penerimaan cukai didorong oleh adanya cukai hasil tembakau (CHT) efek limpahan pelunasan kredit pita cukai akhir tahun 2020 pada awal 2021 serta efektivitas kebijakan penyesuaian tarif dan pengawasan operasi Gempur. Untuk penerimaan bea keluar tumbuh 1.056,72% didorong peningkatan ekspor komoditas tembaga dan tingginya hargaproduk kelapa sawit.

Sedangkan realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 277,7 triliun atau 93,1% dari target dan tumbuh 19,6% secara yoy.

Secara rinci, PNPB dari sumber daya alam (SDA) migas tumbuh 8,7% atau 72,7% dari target APBN yang disebabkan oleh kenaikan ICP dalam sembilan bulan terakhir.

Untuk pendapatan SDA nonmigas tumbuh 72,7% atau 98,4% dari target APBN karena adanya kenaikan harga komoditas dan volume produksi seperti batu bara, nikel, emas, perak, tembaga, dan timah.

Pendapatan kekayaan Negara dipisahkan mencapai 110,4% dari target APBN karena turunnya kinerja keuangan BUMN pada tahun buku 2020 sebagai imbas dari pandemi serta tidak adanya setoran sisa surplus BI.

Untuk PNBP lainnya tumbuh 37,5 atau 83,1% dari target karena kenaikan penjualan hasil tambang batubara, pendapatan minyak mentah (DMO), dan layanan PNBP K/L.

Terakhir, untuk pendapatan BLU tumbuh 94,9 persen atau 127,5 persen dari target karena adanya kenaikan pendapatan dari pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit, layanan pendidikan, dan jasa penyelenggaraan telekomunikasi.

Sementara itu, realisasi belanja negara telah mencapai Rp 1.560,8 triliun hingga akhir Agustus 2021 atau 56,8% dari target APBN Rp 2.750 triliun dan tumbuh 1,5% dari periode sama 2020 sebesar Rp 1.538,1 triliun. Realisasi belanja negara meliputi belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp 1,087,9 triliun (tumbuh 10,9% secara yoy) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Rp 472,9 triliun (turun 15,2 triliun secara yoy).

Di sisi lain, realisasi pembiayaan APBN 2021 hingga akhir Agustus 2021 mencapai Rp 528,9 triliun atau 52,6% dari total target 2021 sebesar Rp 1.006,4 triliun.

Realisasi belanja negara Rp 1.560,8 triliun meliputi belanja kementerian/lembaga (K/L) Rp 628,6 triliun yang merupakan 60,9% dari pagu Rp 1.032 triliun. Belanja K/L Rp 628,6 triliun tumbuh 21,5% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 517,2 triliun karena ada belanja barang Rp 255,2 triliun yang tumbuh 60,4%(yoy).

Belanja K/L terdiri dari sejumlah komponen, pertama yaitu belanja barang dengan realisasi Rp 255,2 triliun. Angka ini meningkat 60,4% dari posisi yang sama 2020. Kedua, belanja modal dengan realisasi Rp 102,6 triliun atau naik 75,2% dari posisi Agustus 2020.

“Belanja modal (meningkat) karena proyek infrastruktur mulai berjalan kembali,“ ucap Sri Mulyani.

Realisasi belanja modal untuk peralatan mesin mencapai Rp 40,4 triliun atau meningkat 96,4% dari posisi Agustus 2020 yang sebesar Rp 20,6 triliun. Realisasi untuk belanja gedung bangunan sebesar Rp 12,1 triliun atau naik 38,9% dari posisi Agustus 2020 yang sebesar Rp 8,7 triliun. Sedangkan belanja untuk jalan, irigasi, dan jaringan mencapai Rp 45,7 triliun atau meningkat 83,3% dari posisi yang sama 2020.

Kementerian/Lembaga yang menggunakan belanja modal terbesar yaitu Kementerian PUPR sebesar Rp 43,9 triliun. Berikutnya, Polri Rp 17,7 triliun, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Perhubungan ma sing-masing sebesar Rp 16,9 triliun dan Rp 7,5 triliun.

Dampak yang dirasakan dari belanja modal hingga akhir Agustus yaitu berupa bendungan dengan progres 67,04% dari target 10 bendungan baru dan 43 lanjutan senilai Rp 10,6 triliun. Pembangunan jaringan irigasi yang mencapai 58,49% dari target 600 kilometer serta rehabilitasi jaringan irigasi yang mencapai 59,98% dari target 3.900 kilometer.

Selanjutnya pembangunan jalan yang mencapai 54,21% dari target 213,63 kilometer dan preservasi mencapai 65,32% dari target 57.793,54 kilometer senilai Rp 13,76 triliun.

Pembangunan rumah sakit dengan progres 33% dari target 21 RS UPT dan alat kesehatan senilai Rp 260 miliar, pembangunan jembatan yang mencapai 66,92% dari target 18.945,24 meter, dan preservasi 63,21% dari target 508.614,39 meter senilai Rp 2,95 triliun.

Pemerintah juga melakukan pembangunan jalur kereta api dengan progres 68,23% dari target 216,84 km2 senilai Rp 1,9 triliun serta modernisasi alat material khusus (almatsus), alat utama sistem pertahanan (alutsista), non alutsista dan sarana prasarana bagi Polri maupun pertahanan.

Sementara itu, untuk belanja non K/L Rp 459,3 triliun atau 49,8% dari pagu Rp 922,6 triliun. Angka ini terkontraksi 0,9% (yoy) dibanding periode sama tahun lalu Rp 463,5 triliun yang manfaatnya digunakan untuk pembayaran pensiun termasuk THR pensiun, subsidi energy dan pupuk serta program Kartu Prakerja.

Sedangkan realisasi TKDD Rp 472,91 triliun atau 59,5% dari pagu Rp 795,5 triliun namun terkontraksi 15,2% (yoy) dari Rp 557,35 triliun pada periode sama tahun lalu.

Sri Mulyani juga mengungkapkan, realisasi APBN 2021 hingga akhir Agustus lalu mengalami defisit Rp 383,2 triliun atau 2,32% dari produk domestic bruto (PDB).

“Defisit APBN hingga Agustus Rp 383,2 triliun dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 503,8 triliun. Tetap defisit namun penurunannya mencapai 23,9% (yoy),” kata Menkeu.

Ia mengatakan, penurunan defisit sebesar 23,9% dibandingkan Agustus tahun lalu menunjukkan adanya konsolidasi fiskal yang mulai menguat dan mengalami pemulihan.

“Fiskalnya mulai diperkuat dan ekonominya tumbuh semakin positif. Ini yang disebut counter cyclical-nya tetap jalan tapi terjadi rebound, recovery, dan konsolidasi pelan-pelan,” jelasnya.

Ia menuturkan, defisit sebesar Rp 383,2 triliun terjadi karena hingga akhir Agustus 2021 pendapatan negara baru mencapai Rp 1.177,6 triliun atau 67,5% dari target APBN sebesar Rp 1.743,6 triliun.

Sementara realisasi belanja negara mencapai Rp 1.560,8 triliun atau 56,8% dari target Rp 2,750 triliun.

Adapun untuk keseimbangan primer hingga akhir Agustus tercatat Rp 170 triliun atau lebih rendah 44,7% dibandingkan realisasi keseimbangan primer pada periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 307,3 triliun. Selanjutnya, pembiayaan anggaran mencapai Rp 528,9 triliun atau 52,6% dari target Rp 1.006,4 triliun di mana realisasi ini masih terkontraksi 20,6% dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 666,3 triliun.

Sementara itu, realisasi pembiayaan investasi sejak Januari hingga Agustus 2021 telah mencapai Rp 61,8 triliun.

“Performa tunai APBN kita kemarin cukup baik sehingga kami bisa merealisasi investasi ini secara lebih dini,” ucap Sri Mulyani.

Ekonomi Kuartal III Tumbuh 4-5%

Pada bagian lain, Menkeu Sri Mulyani memaparkan, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 akan berada pada kisaran 4% hingga 5%. Hal ini tidak terlepas dari efektivitas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang menyebabkan penurunan kasus aktif Covid-19. Hal tersebut juga berdampak pada peningkatan aktivitas masyarakat.

“Kalau kita lihat kuartal III, proyeksi pertumbuhan kita meningkat menjadi 4% sampai 5%. Ini karena indikator baik di sisi konsumsi maupun produksi menggambarkan resiliensi atau cukup bertahannya ekonomi kita meskipun kita dihadapkan pada hantaman varian delta yang cukup berat,” ucap dia.

Ia mengatakan, aktivitas ekonomi berangsur membaik sejak Agustus dan diprediksi terus meningkat hingga akhir tahun. Konsumsi masyarakat mulai menunjukkan tren positif seiring dengan pelonggaran PPKM di sejumlah daerah. Pada kuartal III-2021, konsumsi rumah tangga diperkirakan berada pada kisaran 2% sampai 2,4%, sedangkan investasi antara 4,9% hingga 5,4%, ekspor 20% sampai 22,4%, dan impor pada kisaran 24% sampai 25,2%.

Ini memberikan optimisme agar pertumbuhan ekonomi domestik bisa meningkat.

“Kami masih berharap September ini kalau akselerasi dua minggu terakhir bisa mengkompensasi pelemahan yang terjadi akibat PPKM di Juli maka bukan tidak mungkin konsumsi rumah tangga kita masih cukup baik,” ucap Sri Mulyani.

Ia memperkirakan pemulihan ekonomi terus berjalan hingga akhir tahun. Pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tahun 2021 akan berada pada kisaran 3,7% sampai 4,5%. Dengan catatan tidak adanya varian baru maupun terjadinya klaster akibat aktivitas, apakah di pendidikan maupun aktivitas ekonomi, yang masih bisa terkendali dengan baik.

“Sehingga aktivitas itu tidak harus diinjak rem lagi karena kita dihadapkan pada kenaikan jumlah kasus Covid atau masuk rumah sakit dan menimbulkan ancaman kematian,” kata Sri Mulyani.

Penerimaan Sektor Pertambangan dan Perkebunan

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memantau sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan positif selama masa pandemi Covid-19. Dalam hal ini pemerintah sedang melirik sektor pertambangan dan perkebunan yang mengalami pertumbuhan harga komoditas sebagai sektor potensial dalam penerimaan pajak.

“Salah satu yang kami lakukan adalah terus melakukan pengawasan pembayaran masa, kalau memang mereka bertumbuh seharusnya mereka melakukan pembayaran yang lebih kepada negara,” ucap Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTA), di Jakarta, Kamis (23/9).

Suryo mengatakan, pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap wajib pajak khususnya dalam kepatuhan pembayaran masa. Adapun dalam situasi pandemi Covid-19, ada sektor yang berada pada tren positif dan ada yang mengalami kontraksi.

“Di sisi lain kami juga melakukan pengujian kepatuhan material kepada seluruh wajib pajak terkait dengan data dan informasi yang kami dapatkan untuk menguji kewajiban perpajakan di tahun-tahun sebelum 2021,” ucapnya.

DJP juga berupaya melakukan perluasan basis pajak, termasuk melihat kondisi penerimaan pajak di daerah pasca Covid.

“Kami bisa melakukan penetrasi ke wilayah untuk melihat situasi kondisi ekonomi di masing-masing wilayah yang ada,” ucap Suryo.

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, perkembangan harga komoditas secara umum berdampak positif bagi APBN khususnya bagi PNBP.

“Di satu sisi terlihat bahwa sisi penerimaan negara tertolong dengan sangat baik, bahkan PNBP tumbuh sangat tinggi. Harga-harga komoditas utama yang berkontribusi secara langsung dan tidak langsung terhadap APBN kita, memberikan dorongan yang sangat kuat di tahun ini,” ucap Febrio.

Realisasi PC-PEN

Sementara itu, realisasi anggaran program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2021 hingga 17 Semtember 2021 mencapai Rp 395,92 triliun atau 53,2% dari pagu Rp 744,77 triliun. Kenaikan signifikan terjadi pada sektor kesehatan dan perlindungan sosial.

Realisasi anggaran program PC-PEN 2021 untuk sektor ke sehatan telah mencapai Rp 97,28 triliun atau 45,3% dari pagu Rp 214,96 triliun. Sedangkan realisasi sampai kuartal II-2021 mencapai Rp 74,71 triliun.

Dana tersebut, kata Menkeu, digunakan untuk sejumlah kegiatan yaitu pembangunan rumah sakit darurat Asrama Haji Pondok Gede, pembagian Paket obat untuk masyarakat, serta biaya perawatan untuk 477,44 ribu pasien Covid-19.

Dana di bidang kesehatan, lanjut Sri Mulyani, juga digunakan untuk insentif bagi 1,07 juta tenaga kesehatan (nakes) pusat dan santunan kematian untuk 397 nakes, pengadaan 105 juta dosis vaksin, serta bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk 29,29 juta orang.

“Alokasi bidang kesehatan terutama untuk berbagai belanja pada Juli dan Agustus. Kami melakukan belanja yang extraordinary seperti membangun RS darurat, mengonversi asrama haji dan berbagai tambahan isolasi terpusat yang dilakukan pemerintah,” ucap Sri Mulyani.

Ia mengatakan, realisasi untuk perlindungan sosial mencapai Rp 112,87 triliun atau 60,5% dari pagu Rp 186,64 triliun. Realisasi sampai dengan kuartal II-2021 sebesar Rp 66,43 triliun.

Berikutnya untuk dukungan UMKM dan korporasi terealisasi Rp 68,35 triliun atau 42,1% dari pagu Rp 162,4 triliun.

Untuk program prioritas terealisasi Rp 59,51 triliun atau 50,5% dari pagu Rp 117,94 triliun.

Sedangkan realisasi untuk insentif usaha telah mencapai Rp 57,92 triliun atau 92,2% dari pagu Rp 62,83 triliun yang meliputi PPh 21 DTP bagi 79.602 pemberi kerja, PPh Final UMKM DTP bagi 124.209 UMKM, pembebasan PPh 22 Impor bagi 9.433 WP, dan pengurangan angsuran PPh 25 bagi 57.307 WP.

Kemudian, pengembalian pendahuluan PPN bagi 2.149 WP, penurunan tarif PPh badan bagi seluruh WP, PPN DTP property bagi 763 penjual, PPnBM mobil untuk enam penjual serta bea masuk DTP atas nilai impor Rp 940 miliar.

“Relatif sudah sangat baik karena kami banyak belajar dari tahun lalu. Jadi pelaksanaan identifikasi perusahaan jauh lebih bagus. Kami terus merespons kalau ada permintaan atau suara yang muncul dari para pengusaha terkait kondisi usaha mereka,” pungkas Sri Mulyani.

Menkeu juga menyebutkan, pemberian insentif pajak oleh pemerintah telah dimanfaatkan sebesar Rp 57,85 triliun hingga pertengahan September 2021. Realisasi insentif pajak Rp 57,85 triliun tersebut meliputi insentif dunia usaha melalui PMK-9 sebesar Rp 55,6 triliun, insentif PMK-21 yakni PPN DTP Rumah Rp 0,52 triliun dan insentif PMK-31 yakni PPnBM DTP kendaraan bermotor Rp 1,73 triliun.

Secara rinci, insentif dunia usaha melalui PMK-9 yang telah dimanfaatkan WP mencapai Rp 55,6 triliun terdiri atas insentif untuk meningkatkan daya beli masyarakat yaitu PPh Pasal 21 senilai Rp 2,22 triliun oleh 79.602 pemberi kerja. Insentif untuk membantu li kuiditas dan kelangsungan usaha melalui PPh Pasal 22 Impor Rp 17,26 triliun oleh 9.433 WP, PPh Pasal 25 Rp 24,06 triliun oleh 57.307 WP, dan Restitusi PPN Rp 4,77 triliun oleh 2.149 WP.

Insentif penurunan tarif PPh Badan yang berlaku umum yaitu melalui PPh Pasal 25 Rp 6,84 triliun dan insentif untuk membantu UMKN melalui PPh Final PP-23 UMKM Rp 0,45 triliun oleh 124.209 UMKM.

Selanjutnya, untuk insentif melalui PMK-21 berupa PPN DTP Rumah yang telah mencapai Rp 0,52 triliun dimanfaatkan oleh 8.511 pembeli melalui 763 pengembang.

Terakhir, untuk insentif PMK- 31 berupa PPnBM DTP kendaraan bermotor telah dimanfaatkan oleh WP senilai Rp 1,73 triliun melalui enam pabrikan kendaraan bermotor.

“Kami kemarin sudah mengumumkan PPnBM DTP kendaraan bermotor akan diperpanjang hingga Desember. Ini kita harapkan dinikmati masyarakat,” ujar dia.

Sri Mulyani tidak memungkiri bahwa perpanjangan pemberian insentif PPnBM DTP kendaraan bermotor hingga Desember 2021 akan menekan penerimaan namun sekaligus memberi multiplier efect bagi industri manufaktur.

“Terutama dari sisi konsumsi akan bisa diharapkan mendorong pemulihan,” tegas dia.

Sumber: investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only