Sri Mulyani Tak Mau RI Seperti Negara Lain, Inflasi Melonjak Saat Ekonomi Pulih

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai tren lonjakan inflasi yang terjadi di tingkat global seiring dengan pemulihan ekonomi. Untuk itu dalam jangka pendek, kata dia, pemerintah akan melihat keseluruhan permintaan dan pasokan barang jasa di Tanah Air.

“Sisi mana yang perlu mendapatkan ekstra, agar keduanya berinteraksi harmonis, sehingga tidak terjadi seperti di berbagai negara, lonjakan inflasi saat pemulihan ekonomi sedang terjadi,” kata Sri Mulyani dalam acara Tempo Economic Briefing 2022 di akun YouTube Tempodotco pada Selasa, 14 Desember 2021.

Saat ini, tren lonjakan inflasi ini terjadi di beberapa negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Oktober kemarin, inflasi Amerika Serikat sudah mencapai 6,2 persen atau tertinggi dalam 30 tahun. November ini masih naik lagi jadi 6,8 persen.

Di Cina, inflasi pun ikut meningkat. Dikutip dari Reuters, Indeks Harga Konsumen atau IHK naik 2,3 persen pada November, naik dari 1,5 persen pada Oktober.

Sementara, Indeks Harga Produsen atau IHP November juga mencapai 12,9 persen atau turun dibandingkan Oktober yang mencapai rekor tertinggi selama 26 tahun yaitu 13,5 persen. Tapi, angka 12,9 persen ini masih lebih tinggi dari perkiraan analis yang hanya 12,4 persen.

Dalam acara ini, Sri Mulyani juga menyebut kenaikan inflasi terjadi di Eropa yang biasanya mendekati 0 persen atau deflasi. Ia lalu mencontohkan Jerman yang sudah mengalami lonjakan inflasi sampai 4 persen.

Tapi sebenarnya angkanya sudah lebih tinggi dari itu. Media lokal di Jerman, DW, melaporkan data awal dari biro statistik menunjukkan inflasi dari IHK November akan tembus mencapai 5,2 persen, salah satunya didorong oleh kenaikan harga energi.

Terakhir, ada juga Jepang yang mengalami inflasi dari harga barang grosir mencapai rekor 9 persen pada November lalu. Ini merupakan inflasi kesembilan bulan terturut-turut akibat adanya hambatan pasokan dan meningkatnya biaya bahan baku ke negara tersebut.

Saat ini, ini adalah empat negara dengan perekonomian terbesar di dunia dari sisi Pendapatan Domestik Bruto atau PDB. Menurut Sri Mulyani, lonjakan inflasi di tingkat global ini pasti akan merimbas pada negara berkembang, seperti Indonesia.

Sementara di Indonesia, Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan inflasi November mencapai 1,75 persen secara tahunan. “Ini juga tertinggi sepanjang 2021,” kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, 1 Desember 2021.

Untuk itulah, kata Sri Mulyani, APBD 2022 tidak hanya dirancang untuk pemulihan ekonomi, tapi juga reformasi struktural. Menurut dia, ada tiga instrumen yang bakal digunakan menghadapi tekanan inflasi ini, dari fiskal, moneter, dan kebijakan struktural.

Tahun depan, kata dia, alokasi belanja negara bakal mencapai Rp 2.714,2 triliun dan defisit akan turun mencapai 4,85 persen terhadap PDB. Akan tetapi, asumsi defisit ini belum memperhitungkan kebijakan struktural yang sudah dibuat pemerintah di pertengahan tahun yaitu UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Selain itu, defisit ini juga belum memperhitungkan pemulihan ekonomi yang cukup kuat yang memungkinkan terjadinya kenaikan pendapatan. Dengan kedua faktor tambahan ini, Sri Mulyani berharap tahun depan bisa lebih rendah lagi dari asumsi 4,85 persen di APBN. “Sebelum kembali defisit di bawah 3 persen,” kata dia.

Sumber: bisnis.tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only