Satu Masuk Bui, Pajak Kini Incar Orang Tak Lapor SPT?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan terus melakukan reformasi pajak di dalam negeri, salah satunya menindak tegas masyarakat Indonesia yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak.

Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, saat ini wajib pajak memiliki penilaian khusus oleh kantor pelayanan pajak (KPP), disebut sebagai wajib pajak strategis.

“Semua kanwil (kantor wilayah) sudah menetapkan wajib pajak strategis di bulan April dan di pusat di kantor pelayanan khusus dan madya,” jelas Suryo dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip Jumat (27/5/2022).

Seperti diketahui, setelah penyampaian SPT Tahunan, KPP mulai melakukan penelitian komprehensif terhadap kepatuhan material wajib pajak strategis.

Adapun yang dimaksud penelitian komprehensif adalah penelitian kepatuhan material terhadap wajib pajak strategis atas seluruh jenis pajak dengan melibatkan supervisor fungsional pemeriksa untuk tahun pajak sebelum tahun pajak berjalan.

Lantas, apa yang dimaksud sebagai wajib pajak strategis?

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin menjelaskan, wajib pajak strategis adalah seluruh wajib pajak yang terdaftar di KPP pada lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, serta KPP Madya.

Wajib yang dikategorikan strategis adalah yang memenuhi kriteria tertentu pada saat terdaftar di KPP Pratama, yaitu Wajib pajak Badan dan Orang Pribadi dengan NPWP Pusat yang memiliki kontribusi penerimaan pajak neto terbesar, tidak termasuk Instansi pemerintah, WP Kerjasama Operasi/JO, WP Perusahaan pengurusan jasa kepabeanan, dan WP Cabang tanpa pusat.

“Wajib pajak strategis adalah wajib pajak yang diusulkan berdasarkan kontribusi penerimaan neto yang diharapkan akan diterima kembali pada tahun pajak berikutnya,” jelas Neilmaldrin.

Melalui Surat Edaran Nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak disebutkan bahwa DJP bisa bekerja sama dengan otoritas terkait dalam melakukan pemeriksaan, baik itu oleh intelijen, penegak hukum, dan proses bisnis lainnya.

“DJP dapat bekerja sama dengan otoritas terkait dalam melakukan pemeriksaan pada intinya adalah pemberian wewenang kepada pemeriksa dalam hal diperlukan kerja sama pada pelaksanaan pemeriksaan,” ujar Neilmaldrin.

“Contohnya terhadap wajib pajak yang dalam pemeriksaan terdapat indikasi tindak pidana perpajakan, Pemeriksa dapat meminta bantuan otoritas terkait.” ujarnya lagi.

Baru-baru ini, Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Timur menyerahkan tersangka tindak pidana pajak kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.

Berdasarkan keterangan resmi DJP, tersangka wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, yakni dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun pajak 2015.

Juga, dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap pada SPT Tahunan PPh orang pribadi untuk tahun pajak 2017.

Tersangka dijerat dengan Pasal 39 ayat 1 huruf c dan Pasal 39 ayat 1 huruf (d) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Akibat perbuatan tersangka tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,2 miliar,” tulis keterangan DJP dikutip, Jumat (27/5/2022).

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only