Budaya Konsumtif Anak Muda Berpeluang Kerek Penerimaan PPN di Tahun Depan

JAKARTA. Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) menyepakati target penerimaan perpajakan di tahun 2023 naik Rp 4,3 triliun dari Rp 2.016,9 triliun menjadi Rp 2.021,2 triliun.

Penerimaan perpajakan tersebut terdiri dari penerimaan pajak yang ditargetkan sebesar Rp 1.718 triliun atau naik Rp 2,9 triliun dari sebelumnya yang sebesar Rp 1.715,1 triliun.

Adapun tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 2,9 triliun tersebut berasal dari target penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dinaikkan dari Rp 740,1 triliun menjadi Rp 743 triliun.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Researach Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan bahwa peneriman PPN yang ditargetkan sebesar Rp 743 triliun masih akan diselimuti oleh ketidakpastian ekonomi global, yakni pelemahan nilai tukar rupiah dan inflasi global.

Namun menurutnya, impor bahan baku untuk manufaktur masih akan menjadi penopang penerimaan PPN di tahun depan. Hal ini lantaran,sesuai dengan dasar pertimbangan di Naskah Akademik, Indonesia memiliki surplus demografi di usia muda yang ada di usia produktif.

Sehingga menurutnya, gaya hidup mereka yang lebih konsumtif berpeluang mengerek penerimaan PPN atas perdagangan ritel, baik online maupun offline.

“Untuk PPN Impor, semua importasi bahan baku secara umum merupakan objek PPN. Untuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, ada fasilitas PPN Impor dibebaskan,” ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Senin (19/9).

Namun, Prianto menyebut, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan turut menurunkan daya beli masyarakat sehingga pada ujungnya juga berpengaruh terhadap penerimaan PPN.

Pasalnya, kenaikan harga jual barang atau jasa akan berdampak kepada kenaikan PPN, lantaran PPN dihitung 11% x harga jual barang.

Sehingga menurutnya, apabila daya beli masyarakat konstan, tentu kenaikan harga barang sebagai akibat kenaikan harga BBM akan menurunkan volume penjualan. Dengan demikian, kenaikan PPN akan tidak signifikan.

Namun, apabila perekonomian Indonesia semakin pulih dan daya beli masyarakat meningkat, tentu volume penjualan juga akan meningkat. “Pada gilirannya, total omzet meningkat dan PPN-pun akan terkerek naik,” katanya.

Sebagai informasi, Prianto menjelaskan bahwa objek PPN di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu terdiri dari dua sektor, yaitu sektor trading dalam negeri dan impor bahan baku untuk manufaktur.

Adapun sektor trading dalam negeri berkaitan dengan PPN dalam negeri yang berkaitan dengan transaksi domestik, baik transaksi barang maupun jasa.

Sementara beberapa sektor jasa yang tidak diharapkan penerimaan PPN-nya berasal dari sektor jasa yang PPN-nya dibebaskan sesuai dengan Pasal 16B Ayat (1) dan (1a) Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP).

“Untuk sektor ini, pengaturannya masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah,” tandasnya.

Sumber : kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only