Restitusi Pajak Sudah Tembus Rp 166,93 T

JAKARTA. Realisasi pengembalian, atau restitusi, pajak sampai akhir September 2022 tercatat Rp 166,93 triliun. Kendati setara dengan kenaikan sebesar 3,84% dalam basis tahunan, namun tren tersebut dinilai bukan sinyal ekonomi sudah mulai pulih di tahun ini.

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan merinci realisasi restitusi pada periode laporan tersebut didominasi oleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri. “Besarannya mencapai Rp 124,84 triliun,” ucap Neilmaldrin Noor, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak kepada KONTAN, Jumat (7/10).

Selain PPN dalam negeri, jenis pajak lain yang menyumbang restitusi bernilai besar adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29, dengan restitusi sebesar Rp 36,22 triliun. Realisasinya turun 20,41% secara tahunan dari periode serupa tahun lalu.

Sementara itu untuk rincian realisasi restitusi menurut sumbernya, kata Neilmaldrin, didominasi oleh restitusi dipercepat yang tercatat Rp 69,88 triliun, tumbuh 50,85% secara tahunan. Sedang restitusi dari upaya hukum sebesar Rp 23,47 triliun, anjlok 7,87% secara tahunan. Adapun untuk restitusi normal Rp 73,57 triliun, juga turun 17,29% secara tahunan.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai untuk restitusi dipercepat biasanya berasal Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjadi rekanan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), eksportir atau rekanan kontraktor hulu migas. Biasanya proses restitusi pendahuluan atau dipercepat itu berlangsung sebulan. Ini menandakan ketiga jenis PKP tersebut sudah mulai mengalami pemulihan ekonomi.

Tapi, untuk restitusi PPN secara normal yang tercatat Rp 73,57 triliun berasal dari periode transaksi tahun 2020. Lantas PKP mengajukan resitusi di 2021 dan hasilnya terbit di tahun 2022.

Ia menyebut, restitusi PPN yang meningkat tersebut bukan sinyal soal kondisi perekonomian di sembilan bulan pertama 2022. Namun lebih menggambarkan kondisi perekonomian periode transaksi selama 2020. “Peningkatan restitusi PPN tahunan menggambarkan kondisi perusahaan yang menurun sehingga pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran,” katanya kepada KONTAN.

Begitu juga hasil restitusi PPN dari sengketa hukum juga belum menggambarkan kondisi perekonomian pasca pandemi karena prosesnya bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Untuk restitusi PPh Pasal 25/29 yang berasal dari dua jenis, yakni dari restitusi normal tahunan dan restitusi dari sengketa hukum, kondisinya mirip dengan resitusi PPN di Januari-September 2022.

Sumber : Harian Kontan Senin 10 Oktober 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only