Program Insentif Pajak Terkait Covid Disoal BPK

JAKARTA. Insentif pajak yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak dalam rangka Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) maupun non PC PEN mendapat rapor merah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hasil pemeriksaan sementara lembaga audit negara tersebut mengungkap adanya masalah dalam pemberian sejumlah insentif pajak dengan nilai jumbo.

Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Sementara (IHPS) Semester I-2022, ditemukan sejumlah masalah terkait pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun lalu senilai Rp 15,31 triliun.

Insentif perpajakan yang disoal BPK antara lain, pertama, pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN) non PC-PEN kepada pihak yang tidak berhak. Akibat salah sasaran itu, negara harus kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar Rp 1,31 triliun.

Kedua, realisasi fasilitas PPN non PC-PEN sebesar Rp 390,47 miliar yang tidak valid. Ketiga, nilai realisasi pemanfaatan fasilitas PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar Rp 3,55 triliun tidak andal. (lihat tabel)

Atas temuan itu, BPK meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak segera memutakhirkan sistem pengajuan insentif wajib pajak. Antara lain dengan menambahkan persyaratan kelayakan penerima insentif dan fasilitas perpajakan sesuai ketentuan.

BPK juga merekomendasikan Menteri Keuangan (Menkeu) untuk menguji lagi kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah diajukan wajib pajak dan disetujui. Lalu, menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi untuk pemberian insentif yang tak sesuai.

Menkeu juga perlu menetapkan kriteria penerima secara jelas, memperbaiki mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban Program PC-PEN dan melakukan verifikasi atas pelaporan pemanfaatan fasilitas pajak penghasilan (PPh).

Insentif belum cair

Temuan BPK ini langsung direspon otoritas pajak. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suryo Utomo mengatakan, temuan BPK tersebut akan dijadikan bahan perbaikan dalam pemberian insentif perpajakan di periode selanjutnya.

Tahun ini, memang pemerintah masih memberikan insentif pajak, termasuk melalui Program PC PEN. Khusus insentif pajak dalam Program PEN, realisasi per 16 September 2022 telah mencapai Rp 11,9 triliun. Realisasi itu meliputi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) DTP untuk kendaraan bermotor, PPN DTP properti, hingga restitusi PPN dipercepat.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Asral bilang, temuan tersebut akan segera ditindaklanjuti sesuai arahan Dirjen Pajak. Namun, Ditjen Pajak akan memilah mana yang akan ditindaklanjut.

Yang pasti, menurut Yon, dari temuan Rp 15,31 triliun itu, sebesar Rp 6,74 triliun merupakan realisasi insentif yang sebetulnya belum cair. Alhasil menjadi tunggakan.

“Ini karena ada proses Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan sebagainya, sehingga yang harusnya dicairkan di 2020-2021 itu tidak dicairkan di tahun yang bersangkutan,” kata Yon menjelaskan, Selasa (4/10).

Tapi apapun dalihnya, banyak pihak menilai bahwa masih banyak masalah yang perlu dibenahi Kemkeu dan Ditjen Pajak. Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati menilai, temuan BPK harus ditindaklanjuti karena memang masih banyak yang harus dibenahi terkait pemberian insentif perpajakan ini. Antara lain data penerima insentif, prosedur sampai sanksi yang juga harus ditegakkan.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono bilang, salah satu kelemahan, yaitu otoritas pajak masih harus mengandalkan laporan realisasi yang disampaikan wajib pajak penerima fasilitas perpajakan.

Ia menyarankan, pemerintah untuk melakukan audit guna memastikan pengusaha kena pajak (PKP) benar-benar berhak atas fasilitas tersebut. “Jika ada PKP yang tidak berhak, dia wajib membayar PPN yang seharusnya terutang plus sanksi,” tandasnya.

Sumber : Harian Kontan Kamis 06 Oktober 2022 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only