Ruang Fiskal Bisa Tertekan Pelemahan Rupiah

JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun depan. Ini akan mempengaruhi postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023 yang telah dirancang dan disepakati pemerintah dan DPR.

Pelemahan nilai tukar juga akan membayangi performa perekonomian domestik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah di posisi Rp 15.737 per dollar Amerika Serikat (AS) pada Rabu (12/10). Level ini melemah dari hari sebelumnya sebesar Rp 15.362 per dollar AS.

Analis DCFX Lukman Leong sebelumnya mengatakan, tren pelemahan nilai rupiah masih akan berlanjut hingga tahun depan. Bahkan, mata uang Garuda bisa menembus level Rp 16.000 per dollar Amerika Serikat (AS) lantaran Bank Indonesia (BI) tidak akan menaikkan bunga acuannya secara agresif.

Untuk APBN tahun ini, pelemahan nilai tukar bisa jadi menguntungkan. Sebab, berdasarkan analisis sensitivitas APBN 2022 terhadap perubahan asumsi dasar ekonomi makro, setiap pelemahan nilai tukar Rp 100 per dollar AS, membuat penerimaan negara bertambah Rp 2,7 triliun.

Di sisi lain, belanja negara juga naik. Tetapi, hanya Rp 2,1 triliun. Alhasil, APBN masih akan mendulang surplus sebesar Rp 700 miliar.

Berbeda dengan kondisi tersebut, APBN tahun depan justru akan mencetak defisit akibat pelemahan nilai tukar. Berdasarkan analisis sensitivitas APBN 2023 terhadap perubahan asumsi dasar ekonomi makro, setiap pelemahan rupiah Rp 100 per dollar AS maka penerimaan negara naik Rp 5,4 triliun.

Namun, kenaikan belanja akibat depresiasi rupiah bakal lebih tinggi, yakni mencapai Rp 8,5 triliun. Alhasil, melemahnya kurs akan menyumbang defisit anggaran sebesar Rp 3,1 triliun.

Adapun rerata kurs rupiah tahun depan dalam Undang-Undang APBN 2023, dipatok sebesar Rp 14.800 per dollar AS. “Kewajiban dalam pembayaran bunga utang bertambah besar kalau suku bunga juga meningkat,” tandas Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara, Made Arya Wijaya kepada KONTAN, kemarin.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky meramal, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan ada di kisaran Rp 14.800 hingga Rp 15.200 pada tahun depan karena tekanan inflasi lebih rendah.

“Sehingga agresivitas kenaikan suku bunga tidak setinggi tahun ini, menyebabkan arus modal keluar lebih rendah dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah juga tidak setinggi tahun ini,” kata Riefky.

Namun, ia tetap mewanti-wanti jika pelemahan rupiah terus berlanjut. Dari sisi APBN, ruang fiskal bisa semakin terbatas akibat akibat beban utang dalam denominasi valas bakal membengkak.

Inflasi makin tinggi

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira sepakat dengan analisis sensitivitas APBN 2023 terhadap pelemahan rupiah. Dampaknya semakin berat bagi APBN 2023 karena pelemahan kurs yang berjalan dalam waktu cukup lama akan memicu inflasi yang didorong naiknya biaya impor alias imported inflation.

“Apalagi sebagian konsumen masih tergantung kepada impor cukup tinggi, sehingga relatif riskan,” ujar Bhima.

Ia meramal, nilai tukar rupiah 2023 akan bergerak pada kisaran Rp 15.700 hingga Rp 16.100 per dollar AS.

Sumber : Harian Kontan Kamis 13 Oktober 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only