Rayu Investor Taruh Duit di RI, Pemerintah Kasih Diskon Dong!

Kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) dan fenomena ‘strong dollar’ atau penguatan dolar AS membuat para investor dan pengusaha memilih menyimpan dananya ke Negeri Paman Sam tersebut.

Dibanding menyimpan di bank dalam negeri, pengusaha lebih memilih menyimpannya di bank luar negeri karena kurang kompetitifnya bunga deposito valas di Indonesia. Merespon hal tersebut, Pemerintah melalui Bank Indonesia kemudian mencoba mendorong kenaikan bunga deposito untuk menarik investor. Hal ini dijalankan BI melalui negosiasi dengan industri perbankan.

Namun, Ekonom Senior Indef Aviliani mengungkapkan langkah ini tidak menyelesaikan masalah. Pasalnya para investor masih merasa khawatir dengan kondisi rupiah yang masih fluktuatif.

“Jadi itu kalau hanya sekedar menaikkan suku bunga nggak menyelesaikan masalah, belum tentu mereka bisa masuk sini karena mereka masih lihat ‘wah rupiahnya masih akan melemah berapa lagi’ sehingga mereka juga ada kekhawatiran kalau narok dolar di sini nanti rupiahnya berapa lagi, ini keterkaitannya dengan bayar utang, bayar input, 70% input kan masih impor,” terangnya pada kegiatan Bincang Buku Kawasan Ekonomi: Keberadaan, Peluang, dan Tantangan, Selasa (22/11/2022).

Untuk merayu para investor tersebut agar tetap menyimpan uangnya di dalam negeri, dia menilai pemerintah tidak bisa hanya fokus pada kebijakan moneter namun juga perlu menggerakkan kebijakan fiskal melalui pemberian insentif.

“Jadi kebijakan moneter udah cukup, karena moneter sekarang ini sudah terlalu banyak, yang harus bergerak justru satu adalah fiskal. Bagaimana misalnya devisa hasil ekspor (DHE) dikasih insentif, terus bagaimana orang Indonesia yang investasi di luar bisa dinego masuk ke dalam, apa negosiasinya,” jelasnya.

Menurutnya, bentuk insentif yang paling cocok dilakukan yaitu memberikan diskon pajak pada sektor tertentu, misalnya dengan memberikan diskon pajak bagi pembeli surat obligasi pemerintah.

“Insentif paling pas, DHE kalau masuk masalah pajak, kalo dia menempatkan di tempat tertentu misalnya di obligasi pemerintah dikasih insentif lebih besar, misalnya pajak nya. Misal kalau sekarang 10% jadi 7,5% gitu loh, jadi hanya untuk menahan, itu pilihan pertama,” katanya.

“Pilihan kedua ya terpaksakan pinjeman untuk manahan devisa, tapikan itu mahal bunganya, nah ini (insentif) enggak mahal, lebih ke insentif,” tambahnya.

Sumber : cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only