Begini Beberapa Pengaturan Soal Penyidikan Pajak dalam PP 50/2022

Pemerintah telah menerbitkan PP 50/2022 sebagai salah satu aturan pelaksanaan UU KUP s.t.d.t.d UU HPP. Salah satu aspek yang diatur terkait dengan penyidikan. Pengaturan dalam PP 50/2022 menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (15/12/2022).

Penyidik melakukan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 UU KUP jika terjadi tindak pidana di bidang perpajakan dan diperoleh bukti permulaan. Adapun bukti permulaan itu berasal dari kegiatan pemeriksaan bukti permulaan (bukper), penanganan tindak pidana yang diketahui seketika, atau pengembangan penyidikan.

“Dalam melakukan penyidikan …, penyidik berwenang memanggil saksi atau tersangka untuk diperiksa berdasarkan surat panggilan yang sah,” bunyi penggalan Pasal 60 ayat (3) PP 50/2022.

Saksi atau tersangka wajib memenuhi panggilan berdasarkan surat panggilan yang sah. Pemanggilan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai hukum acara pidana. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pasal 60 PP 50/2022 akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).

Selain mengenai beberapa ketentuan penyidikan pajak dalam PP 50/2022, ada pula ulasan terkait dengan terbitnya PP 49/2022 yang mengatur pemberian fasilitas PPN dan Perpres 130/2022 terkait dengan APBN 2023.

Penetapan Tersangka Tanpa Didahului Pemeriksaan Sebagai Saksi

Terkait dengan penyidikan, sesuai dengan Pasal 61 PP 50/2022, penetapan tersangka tindak pidana di bidang perpajakan dapat dilakukan tanpa didahului pemeriksaan sebagai saksi jika yang bersangkutan telah dipanggil 2 kali secara sah dan tidak hadir tanpa memberikan alasan yang patut dan wajar.

“Penetapan sebagai tersangka … didasarkan pada 2 alat bukti yang sah,” bunyi penggalan Pasal 61 ayat (2) PP 50/2022. Ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam PMK.

Ketika Tersangka Tidak Memenuhi Panggilan

Sesuai dengan Pasal 61 ayat (3) PP 50/2022, pemeriksaan tersangka tindak pidana di bidang perpajakan tidak dilakukan apabila yang bersangkutan telah dipanggil 2 kali secara sah dan tidak hadir tanpa memberikan alasan yang patut dan wajar.

“Dalam hal tersangka tidak memenuhi panggilan … , pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban sebagai tersangka tidak dapat dilakukan oleh kuasa atau penasihat hukum,” bunyi penggalan Pasal Pasal 61 ayat (4) PP 50/2022.

Jika tersangka tidak memenuhi panggilan, penyidik melakukan 3 tindakan. Pertama, mengumumkan pemanggilan tersebut pada media berskala nasional dan/atau internasional. Kedua, mengusulkan tersangka masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Ketiga, meminta bantuan kepada pihak yang berwenang untuk dicatat dalam red notice.

Tanpa Kehadiran Tersangka

Jika hasil penyidikan dinyatakan sudah lengkap oleh penuntut umum, penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada penuntut umum dapat dilakukan tanpa kehadiran tersangka.

Ketentuan tersebut berlaku jika tersangka telah dipanggil secara sah dan tidak hadir tanpa memberikan alasan yang patut dan wajar serta penyidik telah melakukan 3 tindakan sebagaimana disebutkan di atas.

Bantuan Aparat Penegak Hukum Lain

Dalam melaksanakan kewenangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (2) UU KUP, penyidik dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain. Bantuan itu berupa bantuan teknis, bantuan taktis, bantuan upaya paksa, dan/atau bantuan konsultasi dalam rangka penyidikan.

“Aparat penegak hukum lain … harus memberikan bantuan sesuai dengan permintaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang­undangan,” bunyi penggalan Pasal 61 ayat (8) PP 50/2022. Ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam PMK.

Keputusan Pencegahan

Dalam pelaksanaan penyidikan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) PP 50/2022, menteri keuangan berwenang menerbitkan keputusan pencegahan. Keputusan itu mencakup keputusan pencegahan, perpanjangan masa pencegahan, dan pencabutan pencegahan.

“Menteri dapat melimpahkan kewenangan penerbitan keputusan pencegahan … kepada direktur jenderal pajak untuk dan atas nama menteri,” bunyi penggalan Pasal 62 ayat (2) PP 50/2022. Ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam PMK.

Penghentian Penyidikan

Berdasarkan pada Pasal 63 PP 50/2022, untuk kepentingan penerimaan negara, jaksa agung dapat menghentikan penyidikan dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sejak tanggal surat permintaan dari menteri keuangan.

Dalam mengajukan permintaan penghentian penyidikan, menteri keuangan dapat melimpahkan kewenangan kepada pejabat yang ditunjuk.Berdasarkan permintaan penghentian penyidikan dari menteri atau pejabat yang ditunjuk, jaksa agung juga dapat melimpahkan kewenangan kepada pejabat yang ditunjuk.

Permintaan menteri keuangan hanya dilakukan setelah wajib pajak atau tersangka melunasi kerugian pada pendapatan negara (Pasal 38 UU KUP) ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 1 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.

Permintaan juga dilakukan setelah wajib pajak atau tersangka melunasi kerugian pada pendapatan negara (Pasal 39 UU KUP) ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.

Permintaan juga dilakukan setelah wajib pajak atau tersangka melunasi jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak (Pasal 39A UU KUP) ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 4 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

“Pelunasan … merupakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara,” bunyi penggalan Pasal 63 ayat (4) PP 50/2022.

Penerapan Sanksi Administratif dan Penghitungan Kerugian pada Pendapatan Negara

Sesuai dengan Pasal 63 ayat (3) PP 50/2022, penerapan sanksi administratif berupa denda diatur sebagai berikut. Pertama, jika wajib pajak atau tersangka diancam secara alternatif lebih dari 1 sanksi pidana, diterapkan sanksi administratif yang paling tinggi.

Kedua, jika wajib pajak atau tersangka diancam secara kumulatif lebih dari 1 sanksi pidana, diterapkan sanksi administratif secara kumulatif. Adapun Kerugian pada pendapatan negara dan/atau jumlah pajak dihitung sesuai dengan ketentuan Pasal 44B ayat (2) UU KUP.

Integrasi Basis Data Kependudukan dan Perpajakan

PP 50/2022 turut memerinci mekanisme integrasi basis data kependudukan dan basis data perpajakan yang diamanatkan pada Pasal 2 ayat (10) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP.

Pada Pasal 68 ayat (3) PP 50/2022 disebutkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan data kependudukan dan data balikan dari pengguna pada basis data kependudukan kepada Kementerian Keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan.

“Data kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil,” bunyi Pasal 1 angka 44 PP 50/2022.

Evaluasi Fasilitas PPN

Pemerintah telah menerbitkan PP 49/2022 terkait dengan PPN dibebaskan dan PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut. PP ini menjadi salah satu peraturan pelaksana dari UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.

Berdasarkan pada Pasal 30 ayat (1) PP 49/2022, pembebasan dari pengenaan PPN atau PPN tidak dipungut yang diatur dalam peraturan ini bersifat sementara atau selamanya. Fasilitas itu dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara.

“Evaluasi … dilakukan oleh menteri [keuangan],” bunyi penggalan Pasal 30 ayat (3) PP 49/2022, dikutip pada Rabu (14/12/2022).

Berdasarkan hasil evaluasi, impor dan/atau penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dapat dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-­undangan di bidang perpajakan.

Target Penerimaan Pajak

Perpres 130/2022 memuat perincian target penerimaan pajak senilai Rp1.718 triliun pada 2023 atau naik 16% dari target Rp1.484,96 triliun. Penerimaan terbesar akan disumbang dari pajak penghasilan (PPh), diikuti PPN atau PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan pajak lainnya.

Apabila diperinci, pendapatan PPh ditetapkan senilai Rp935,06 triliun atau tumbuh 15% dari target pada tahun ini senilai Rp813,68 triliun. Target tersebut terdiri atas PPh migas Rp61,44 triliun dan PPh nonmigas Rp873,62 triliun. Pada PPh nonmigas, target penerimaan terbesar akan disumbangkan PPh Pasal 25/26 badan senilai Rp349,93 triliun.

Selanjutnya, setoran dari PPN ditargetkan senilai Rp742,95 triliun, atau naik 16% dari target tahun ini sejumlah Rp638,99 triliun. Kemudian, setoran PBB ditargetkan mencapai Rp31,31 triliun atau naik 50% dari target tahun ini senilai Rp20,9 triliun.

Sementara itu, penerimaan pajak lainnya ditargetkan senilai Rp8,69 triliun atau turun 24% dari target tahun ini Rp11,38 triliun.

Sumber : news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only