Menyoal Urgensi Pembentukan Satgas HWI, Seberapa Efektif Tingkatkan Kepatuhan Crazy Rich Bayar Pajak?

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan melakukan sejumlah upaya demi peningkatan pengawasan terhadap wajib pajak grup dan wajib pajak kaya raya atau high wealth individuals (HWI) di Indonesia.

Ditjen Pajak Kementerian Keuangan melakukan sejumlah upaya demi peningkatan pengawasan terhadap wajib pajak grup dan wajib pajak kaya raya atau high wealth individuals (HWI) di Indonesia. Salah satunya adalah dengan pembentukan satuan tugas (task force) khusus mengawasi para crazy rich di Indonesia.

“Kami membentuk task force untuk pengawasan wajib pajak grup dan HWI yang biasanya merupakan bagian dari grup,” ujar Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam tayangan konferensi pers APBN Kita Edisi Juni 2023 yang diunggah pada 26 Juni 2023 di akun YouTube Kemenkeu RI.

Pemerintah telah menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) orang kaya yang berpenghasilan di atas Rp5 miliar per tahun, dari yang sebelumnya 30 persen menjadi 35 persen. 

Ketentuan tarif PPh ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP yang menggantikan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. 

Merujuk pada data tahun sebelumnya, Ditjen Pajak mencatat ada sekitar 1.119 orang wajib pajak yang berpenghasilan di atas Rp5 miliar per tahun. Jumlah 1.119 itu merupakan wajib pajak yang memiliki penghasilan di atas Rp 5 miliar atau 0,03 persen dari wajib pajak orang pribadi non karyawan.

Ditjen Pajak meyakini, pengenaan tarif PPh sebesar 35 persen ini akan meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan.

Jika 1.119 wajib pajak saja memberikan kontribusi sebesar 14,28 persen dari rata-rata total penerimaan PPh Orang Pribadi dalam lima tahun terakhir, maka kontribusi penerimaan dapat lebih meningkat lagi. Apalagi jumlah wajib pajak berpenghasilan di atas Rp5 miliar, akan menyumbang penerimaan negara lebih banyak lagi.

Sementara itu, Suryo menjelaskan, pembentukan satgas ini merupakan bagian dari program kerja komite kepatuhan yang akan dimulai pada 2023 ini. 

Ke depannya, Ditjen Pajak juga akan menjadikan komite kepatuhan ini sebagai alat untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan penegakan hukum.

Dapat Genjot Penerimaan Pajak

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis atau CITA Fajry Akbar menganggap pembentukan satgas kepatuhan ini memang diperlukan. 

Tujuannya adalah agar kantor pusat dapat mengawasi dengan mudah. Dengan diberikan kepada satuan tugas tertentu, maka kantor pusat Ditjen Pajak hanya mengawasi satuan tersebut. 

“Tentu, dengan pengawasan pusat yang lebih baik kita harapkan risiko adanya penyalahgunaan kewenangan berkurang,” ucap Fajry kepada Tempo, Senin, 3 Juli 2023.

Menurutnya, pembentukan satgas untuk mengawasi wajib pajak HWI ini menjadi salah satu usaha menggenjot penerimaan pajak di tengah tren perlambatan.

Meski masih tumbuh 17 persen, secara tahunan, namun tren penerimaan pajak tak sekencang tahun lalu. Misalnya pada Mei lalu, kenaikan secara tahun ke tahun atau yoy hanya sebesar 2,9 persen.

Sehingga, kata dia, pemerintah butuh kerja lebih dalam menyikapi hal ini. “Salah satunya adalah peningkatan pengawasan melalui Satgas HWI,” ujarnya.

Ia pun memberikan gambaran, jumlah orang berpenghasilan lebih dari Rp500 juta per tahun hanya 1,59 persen dari jumlah total wajib pajak orang pribadi. Meski begitu, orang-orang tersebut berkontribusi hingga 64,55 persen dalam penerimaan PPh orang pribadi. Hal tersebut terlihat dari surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak.

Oleh sebab itu, ia menyebut, langkah pengawasan terhadap HWI dapat menjaga penerimaan pajak penghasilan secara signifikan.

Senada dengan Fajry, Direktur Penelitian dan Penasihat Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji menyebut pembentukan satgas HWI ini sudah tepat.

Ia mengungkapkan, saat ini secara global terdapat tren optimalisasi kepatuhan dan penerimaan pajak orang kaya. Hal ini terlihat dari banyaknya pembentukan unit pajak khusus kelompok HWI, pengenaan pajak kekayaan demi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, hingga koordinasi global melawan offshore tax evasion yang mayoritas dilakukan orang super kaya.

Selain itu, menurutnya, satgas HWI ini juga diperlukan lantaran adanya perbedaan karakteristik wajib pajak kelompok HWI dengan wajib pajak orang pribadi lainnya.

Sejatinya, pertumbuhan jumlah orang kaya di Indonesia termasuk yang paling tinggi di Asia Tenggara. Berdasarkan data lembaga riset dan konsultan global Knight Frank dalam Wealth Report Segment Wealth Sizing Model 2022, Indonesia, SIngapura, Malaysia memiliki pertumbuhan orang super kaya atau ultra high net worth (UHNW) tercepat di Asia, yakni sebesar 7-8 persen. Sayangnya, selama ini potensi penerimaan pajak dari para orang kaya tersebut dinilai masih belum optimal.

Siapa saja yang Masuk Kategori HWI?

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang menilai, rencana pembentukan satgas untuk mengawasi para crazy rich tersebut sah-sah saja. “Tapi yang jadi pertanyaan, apakah se-urgent itu,” kata Sarman, Senin kemarin.

Ia pun menyarankan agar lebih baik Ditjen Pajak melakukan pendataan seberapa besar orang yang termasuk dalam kelompok HWI di Indonesia. Sehingga, target wajib pajak yang dikejar jumlahnya jelas. Karena, kata dia, untuk apa satgas dibuat jika jumlah orang super kaya tidak signifikan.

“Tapi kalau signifikan silakan saja, tentu dengan prosedur yang tidak menyimpang peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.

Sarman juga meminta Ditjen Pajak melakukan evaluasi dan kajian mengenai pendataan orang super kaya. Data juga harus valid. “Seperti apa yang disebut super kaya itu? Indikatornya apa? Jangan sampai tidak tepat sasaran,” tutur Sarman.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono menjelaskan, kriteria orang super kaya yang mesti dikejar pajaknya di Indonesia jelas berbeda dari kriteria menurut laporan The Wealth Report 2023 yang dirilis pada bulan Maret 2023 oleh Knight Frank dari laman. Menurut laporan tersebut, crazy rich atau UHNWI (Ultra High Net Worth Individual) adalah orang pribadi yang memiliki kekayaan minimal USD 30 juta atau Rp447,1 miliar.

“Jika dikaitkan dengan penerapan tarif baru PPh (35 persen) di UU HPP untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar, kriteria paling rasional untuk HWI adalah individu yang memperoleh penghasilan kena pajak (taxable income) setahun lebih dari Rp5 miliar,” kata Prianto. Dengan demikian, mereka harus membayar PPh dengan tarif tertinggi di 35 persen.

Sementara itu, Bawono Kristiaji mewanti-wanti agar pengkategorian HWI ini dilakukan dengan hati-hati.

Ia mencontohkan, seseorang yang hartanya bertambah kerap disangka memperoleh penghasilan tambahan. Padahal, hal itu bisa saja terjadi karena ia memperoleh kekayaan dari warisan keluarga.

Menurutnya, upaya mendata kelompok HWI pun menghadapi tantangan besar di tengah banyaknya praktik mengaburkan kepemilikan aset. Mengacu pada praktik pengaburan secara internasional, otoritas pajak di berbagai negara biasanya mengkategorikan HWI dengan melihat salah atau beberapa indikator. Misalnya, penghasilan, aset, jabatan, atau pengendalian atas perusahaan besar.

Kontribusi Pajak dari Crazy Rich 

Prianto Budi Saptono memaparkan, jika kriteria HWI di Indonesia menggunakan batasan minimal penghasilan kena pajak (taxable income) Rp5 miliar, maka jumlah HWI diproyeksikan akan bertambah signifikan. 

Pasalnya, penghasilan kena pajak lebih dari Rp5 miliar dapat diperoleh dari perluasan objek PPh berupa imbalan natura dan/atau kenikmatan. “Dengan demikian, intensifikasi dan ekstensifikasi PPh untuk crazy rich menjadi esensial untuk peningkatan potensi penerimaan pajak,” terangnya.

Jika dilihat dari kontribusi penerimaan pajak terhadap APBN 2023, penerimaan pajak dari crazy rich akan berada di sektor PPh 21 dan PPh OP yang berada di kisaran 12,2 persen. 

Angka 12,2 persen tersebut mencakup penerimaan PPh dari WPOP crazy rich dan non-crazy rich. 

Dengan kata lain, jika target penerimaan pajak 2023 ada di angka Rp 2.021,22 triliun menurut UU APBN 2023, proporsi penerimaan pajak dari crazy rich diproyeksikan tidak akan lebih dari Rp246,6 triliun (12,2 persen x Rp 2.021,22 triliun).

Komite Kepatuhan Wajib Pajak

Usai ramai tentang satgas khusus mengawasi HWI, Direktorat Jenderal Pajak kini membantah pihaknya membentuk satgas tersebut.

Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan pihaknya tidak pernah membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk mengawasi kepatuhan wajib pajak kaya raya atau high wealth individual (HWI), melainkan membentuk komite kepatuhan wajib pajak yang bertujuan untuk mengawasi pengelolaan risiko kepatuhan atau compliance risk management (CRM).

“Kalau dikatakan ada satgas yang mengelola HWI, itu tidak benar. Yang benar adalah kami membangun cara kami bekerja yang konsisten ke depan melalui komite kepatuhan,” kata Suryo dalam acara saat media briefing di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis, 6 Juli 2023.

Ia menyebut, HWI merupakan salah satu kelompok wajib pajak yang diawasi oleh komite kepatuhan wajib pajak. Meski demikian, kelompok HWI bukanlah satu-satunya yang akan  diawasi oleh komite kepatuhan wajib pajak ini.

Suryo memaparkan, selain HWI, Ditjen Pajak juga akan mengawasi kelompok wajib pajak berbasis sektoral yang bergerak pada waktu dan kondisi ekonomi tertentu, seperti sektor pertambangan atau perkebunan. 

Lebih lanjut, Suryo mengatakan bahwa pembentukan komite kepatuhan wajib pajak ini bermula dari rencana Ditjen Pajak untuk mengimplementasikan sistem inti administrasi perpajakan baru atau core tax administration system yang ditargetkan siap 2024 mendatang.

Dalam sistem tersebut, Ditjen Pajak akan mengoperasikan bisnis utama melalui sistem berbasis data dan informasi perpajakan. Mulai dari pelayanan, penyuluhan, pengawasan, pemeriksaan, penegakan hukum, hingga penagihan. 

Sedangkan dalam hal pemeriksaan, core tax system tersebut akan memprioritaskan pemeriksaan terhadap wajib pajak dengan profil risiko tinggi.

Sumber : fokus.tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only