Kewenangan Menkeu di UU Pengadilan Pajak Perlu Dikaji Lagi

Kewenangan menteri keuangan perlu dikaji kembali bersamaan dengan persiapan peralihan pembinaan Pengadilan Pajak sepenuhnya ke Mahkamah Agung (MA). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (21/7/2023).

Wakil Ketua II Pengadilan Pajak Triyono Martanto mengatakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26/PUU-XXI/2023 hanya menyangkut Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak. Namun, terdapat pasal-pasal lain yang terkait dengan kewenangan menteri keuangan yang tidak dilakukan uji materiil.

“Ada beberapa kewenangan menteri keuangan, sedangkan yang dilakukan judicial review hanya Pasal 5 ayat (2). Kewenangan menteri masih ada di banyak pasal, ini yang mungkin perlu pengkajian lebih lanjut,” ujar Triyono.

Seperti diketahui, berdasarkan pada Putusan Nomor 26/PUU-XXI/2023, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian materiil atas UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak. Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD 1945.

MK juga menyatakan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak harus dialihkan dari Kementerian Keuangan ke MA paling lambat pada 31 Desember 2026. Simak pula ‘Putusan MK: Pembinaan Pengadilan Pajak Harus Dialihkan ke MA’.

Selain mengenai kewenangan menteri keuangan dalam UU Pengadilan Pajak, ada pula ulasan terkait dengan rencana Ditjen Pajak (DJP) menyediakan akun wajib pajak (taxpayer account) mulai 1 Mei 2024. Kemudian, masih ada pula ulasan tentang perlakuan pajak atas natura dan/atau kenikmatan.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Masih Ada Kewenangan Menteri Keuangan di UU Pengadilan Pajak

Wakil Ketua II Pengadilan Pajak Triyono Martanto mengatakan sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) UU Pengadilan Pajak, hakim di Pengadilan Pajak diangkat oleh presiden dari daftar nama calon yang diusulkan oleh menteri keuangan setelah disetujui oleh ketua MA.

Kemudian, Pada Pasal 29 ayat (4) UU Pengadilan Pajak, menteri keuangan bahkan masih memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan panitera, wakil panitera, dan panitera pengganti tanpa ada persetujuan dari MA.

Tak hanya itu, Pasal 22 ayat (2) UU Pengadilan Pajak masih memberikan kewenangan kepada menteri keuangan untuk menentukan tunjangan ketua, wakil ketua, dan hakim Pengadilan Pajak berdasarkan pada keputusan menteri keuangan.

Pada Pasal 34 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, menteri keuangan juga memiliki kewenangan untuk menetapkan persyaratan lain yang harus dipenuhi guna menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak.

“Ini akan diubah atau tidak? Kalau kita mengacu undang-undang, ini tidak dilakukan judicial review sehingga masih berlaku sampai saat ini,” kata Triyono. (DDTCNews)

Implementasi Akun Wajib Pajak

Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP Imam Arifin mengatakan taxpayer account management (TAM) akan diimplementasikan mulai tahun depan. Dengan adanya TAM, segala urusan administrasi pajak bisa diselesaikan tanpa perlu mendatangi kantor pajak.

“Insyaallah tahun depan. Arahan pak dirjen pajak, 1 Mei tahun depan [2024] nanti akan ada modul di aplikasi pajak.go.id itu judulnya adalah TAM, taxpayer account management,” ujar Iman dalam sebuah sosialisasi yang digelar DJP. Simak ‘Mulai 1 Mei 2024, DJP Implementasikan Akun Wajib Pajak’.

Iman mengatakan TAM berisi data-data wajib pajak, seperti pembayaran, bukti transfer, permohonan keberatan, dan lainnya. Urusan terkait penunjukan daerah terpencil – terkait dengan pengecualian objek PPh atas natura dan/atau kenikmatan— bisa juga diselesaikan melalui TAM. (DDTCNews)

Kendaraan dari Pemberi Kerja

Dalam perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas natura dan/atau kenikmatan, penilaian atas kendaraan dari pemberi kerja bisa masuk ke 2 skema. Pelaksana Direktorat Peraturan Perpajakan II DJP Rahma Intan mengatakan kendaraan tidak secara otomatis masuk kelompok natura.

“Jadi kalau kendaraan itu diserahterimakan kepada pegawai atau hak kepemilikannya itu beralih dari perusahaan kepada pegawai maka itu natura. Kalau kendaraan itu hanya dipinjami saja maka itu berupa fasilitas [kenikmatan],” ujarnya.

Jika masuk kelompok penghasilan dalam bentuk natura, penilaian menggunakan nilai pasar. Sementara itu, jika kendaraan masuk kelompok penghasilan dalam bentuk kenikmatan, penilaian sesuai dengan biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan pemberi. (DDTCNews)

Pemberlakuan Pilar 1

Pilar 1: Unified Approach tak akan serta-merta berlaku meski seluruh negara anggota Inclusive Framework sudah menandatangani multilateral convention (MLC) pada akhir 2023.

Pilar 1 baru akan berlaku (entry into force) bila critical mass of jurisdiction sudah meratifikasi MLC. Adapun yurisdiksi yang dimaksud adalah yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) yang tercakup dalam Pilar 1 bermarkas.

Entry into force ditentukan oleh yurisdiksi penanda-tangan MLC setelah 30 yurisdiksi dengan 60% dari UPE yang tercakup dalam Amount A Pilar 1 telah meratifikasi MLC,” ujar Senior Advisor of Center for Tax Policy and Administration OECD Jesse Eggert dalam OECD Tax Talks 21. (DDTCNews)

Fasilitas Tempat Tinggal dari Kantor

DJP akan mempertegas perbedaan fasilitas tempat tinggal yang dikecualikan dari objek PPh, baik yang bersifat komunal maupun individual. Sesuai dengan PMK 66/2023, fasilitas tempat tinggal yang bersifat komunal dari pemberi kerja sepenuhnya dikecualikan dari objek PPh sepanjang diterima pegawai.

Sementara itu, fasilitas tempat tinggal yang hak pemanfaatannya bersifat individual dikecualikan dari objek PPh jika nilainya tidak lebih dari Rp20 juta per pegawai per bulan.

“Memang nanti perlu kita mendefinisikan secara lebih clear cut dalam konteks memang pasti ada yang tipis-tipis ya. Ini yang kami coba tegaskan,” kata Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama. (DDTCNews)

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only