DJP Susun Aturan Teknis PKKU, Ketentuan Soal DER Juga Dievaluasi

Ditjen Pajak (DJP) mengaku sedang menyusun rancangan peraturan menteri keuangan (RPMK) tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) sekaligus mengevaluasi PMK 169/2015 mengenai penerapan debt to equity ratio (DER) untuk keperluan penghitungan PPh.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan RPMK PKKU disusun dalam rangka memperbaiki ketentuan penerapan PKKU yang berlaku saat ini.

“Untuk prinsip PKKU yang ini berlaku kita masih menggunakan PMK yang saat ini berlaku yakni PMK 22/2020. Jadi tidak ada kekosongan. PMK 22/2020 inilah yang kami coba evaluasi dan kita kalibrasi lagi, yang belum sesuai kita lakukan penyesuaian dan perbaikan,” ujar Suryo, Senin (24/7/2023).

Lebih lanjut, PMK 169/2015 yang mengatur tentang batas maksimal DER sebesar 4 banding 1 juga sedang dievaluasi. “Saat ini sedang kami lakukan evaluasi untuk disusun kembali PMK terkait DER,” ujar Suryo.

Sebagaimana yang disampaikan oleh DJP sebelumnya, RPMK PKKU yang sedang disusun nantinya akan menyatukan ketentuan penerapan PKKU, dokumentasi transfer pricing, advance pricing agreement (APA), dan mutual agreement procedure (MAP) ke dalam 1 PMK saja.

RPMK PKKU yang sedang disusun terdiri dari 11 bab yakni Bab I mengenai Ketentuan Umum dan Bab II tentang Ruang Lingkup. Selanjutnya, bab III, IV, dan V membahas konsep hubungan istimewa, konsep dan tahapan PKKU, serta subjek dan syarat lengkap dari TP Doc.

Kemudian, bab VI bakal mengatur tentang kewenangan DJP dalam melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang melakukan transaksi afiliasi. Adapun bab VII dan bab VIII secara berurutan akan mengatur tentang MAP dan APA, sedangkan bab IX, X, dan XI akan mengatur tentang pendelegasian kewenangan, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.

Bila RPMK PKKU selesai disusun dan resmi diundangkan, akan ada 3 PMK yang dicabut yakni PMK 213/2016, PMK 49/2019, dan PMK 22/2020.

Adapun PMK 169/2015 dievaluasi dalam rangka menyesuaikan ketentuan pembatasan biaya pinjaman dalam PMK tersebut dengan UU PPh s.t.d.t.d UU HPP dan Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022.

Sesuai dengan Pasal 42 ayat (1) PP 55/2022, pembatasan jumlah biaya yang dapat dibebankan dalam penghitungan PPh tidak hanya menggunakan DER, melainkan juga metode lainnya seperti persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan dengan EBITDA. Metode ini sering dikenal dengan nama earning stripping rules (ESR).

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only