Sistem Pajak Canggih Sri Mulyani Bikin Isi SPT Gak Lagi Ribet

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan ternyata tengah berbenah. Salah satu fokusnya adalah perbaikan sistem pelayanan perpajakkan.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan pihaknya sedang menyiapkan fasilitas baru dalam Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax system. Sistem canggih ini akan memuat layanan prepopulated Surat Pemberitahuan (SPT) pajak atau yang secara internasional dikenal dengan istilah prepopulated tax return dalam akun wajib pajak di sistem core tax.

Nantinya, para wajib pajak tak lagi perlu mengisi SPT Tahunan-nya, sebab sudah dimasukkan data-datanya oleh DJP. Wajib Pajak hanya perlu mencocokkan dan membetulkan ketika ada yang keliru.

“Jadi dalam core tax memang kita coba beri kemudahan ke wajib pajak dalam menyusun SPT-nya, data dan info kita capture akan kita tuangkan dalam satu SPT yang prepopulated dan itu akan dimunculkan dalam akun wajib pajak,” ujar Suryo.

Wajib pajak hanya mengecek kesesuaian data. Jika ada kekeliruan, diperbaiki dan jika ada kekurangan yangg belum dimuat, segera ditambahkan langsung di dalam sistem. Sistem supercanggih ini akan berlaku pada Mei 2024.

Sebelum diberlakukan, masyarakat luas wajib mengetahui apa sebenarnya PSIAP atau core tax system ini dan latar belakang pembangunannya.

Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi menjelaskan, core tax system merupakan bagian dari reform administrasi perpajakan yang saat ini perkembangannya masih terus berjalan. Dengan adanya pembaruan ini, pelayanan kepada wajib pajak akan bergeser dari manual menjadi otomatis berbasis teknologi.

Adapun, reformasi perpajakan sendiri sudah dilakukan otoritas sejak 1983, di mulai untuk mengubah paradigma petugas pajak. “Merubah paradigma yang bahwa tadinya petugas pajak itu official, berubah paradigmanya menjadi pelayanan,” jelas Iwan saat ditemui di kantornya, dikutip Rabu (26/7/2023).

Reformasi kemudian berlanjut pada 1998, di mana ada modernisasi administrasi perpajakan. Saat itu pemeriksaan jenis pajak terpisah-pisah, baik itu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPh (Pajak Penghasilan), dan lain sebagainya.

“Sehingga dulu banyak ada pemeriksa PBB, pemeriksa PPH, dan sebagainya… Sehingga kemudian semua jenis pajak tersebut dilebur, sehingga terdapat penambahan remunerasi DJP,” kata Iwan.

Setelah reformasi pertama dan kedua selesai, kini DJP tidak lagi melakukan pemeriksaan berkali-kali kepada wajib pajak. Kemudian dibangunlah Core Tax System sebagai reformasi lanjutan, untuk menjawab perkembangan zaman saat ini.

“Yang melatarbelakangi PSIAP itu adalah tidak lain adalah disruptif teknologi, perubahan bisnis di masyarakat, ada fintech (financial technology) disitu, teknologi semakin berkembang,” ujar Iwan.

Melihat perubahan zaman yang semakin berkembang, DJP menyadari institusinya tidak bisa jalan di tempat. Ketika semuanya serba digital, administrasi perpajakan pun juga harus naik kelas kepada digitalisasi.

Oleh karena itu, DJP membangun Core Tax System sebagai alat informasi teknologi untuk menerjemahkan proses pembaruan sistem administrasi pajak untuk mengimbangi disruptif teknologi dan perubahan bisnis di dunia, baik internasional dan domestik.

Pembaruan sistem administrasi itu meliputi, organisasi, sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, proses bisnis, serta teknologi informasi dan basis data.

“Perubahan IT menjadi lebih advanced… Karena konsep bisnis ke depan itu adalah data driven, itu yang menjadi lokomotifnya. Inti dari proses bisnis di DJP untuk menjadi organisasi yang data driven,” jelas Iwan.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan, core tax adalah pembaruan sistem teknologi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP.

Pembaruan sistem administrasi perpajakan itu juga akan meliputi organisasi, sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, proses bisnis, dan teknologi informasi dan basis data.

Iwan menegaskan tujuannya dibangun core tax system ini, seperti disebut di dalam Perpres 40/2018, adalah untuk mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel yang mempunyai proses bisnis yang efektif dan efisien.

Selain itu, core tax system dipersiapkan untuk membangun sinergi yang optimal antar lembaga, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dan meningkatkan penerimaan negara.

Menurut Iwan, dengan core tax system ini ke depan tidak akan ada perekaman administrasi pajak secara manual atau diperiksa oleh manusia. “Jadi bagaimana sedikit mungkin intervensi dari manusia di dalam proses data input, datanya digital.”

Selain itu, lewat core tax system ini, otoritas pajak ini juga beriringan membangun ekosistem yang kolaboratif dan integratif. Sehingga data yang akan ada di dalam core tax system ini nantinya akan berasal dari berbagai sumber, setidaknya terdapat 39 bisnis proses yang akan terhubung dengan core tax system tersebut.

Tidak hanya soal data, DJP akan menggandeng Penyedia Jasa Administrasi Perpajakan (PJAP). Nantinya, sistem yang dikembangkan DJP dapat diakses oleh PJAP.

Sumber : www.cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only