Ini Cara Negara Cari Uang dari Google & Facebook Cs

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal mengungkapkan pemerintah Indonesia bersama dengan negara-negara G20, telah menyatakan komitmennya untuk mulai menarik pajak minimum korporasi global sebesar 15% pada tahun depan.

Adapun, hal ini merupakan bagian dari dua pilar utama dalam OECD Inclusive Framework. Pajak minimum korporasi global atau multinasional sebesar 15% adalah bagian dari pilar kedua.

“Kalau untuk pilar 2 sebenarnya negara2 jauh lebih suap daripada pilar 1, karena tadi pilar 1 harus ada critical must, semua harus setuju dulu baru bisa diimplementasikan,” kata Yon dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Kamis (10/8/2023).

“Kalau ini (pilar 2) sih sepanjang gelondongannya gede, nah kita tinggal implementasi secara domestik,” ungkapnya.

Menurut Yon, beberapa negara sudah suap aturan domestiknya. Indonesia sebenarnya sudah mengakomodir aturan mengenai pajak ini di Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Adapun, Ditjen Pajak sudah menyiapkan instrumen pendukung, termasuk teknologi dan SDM-nya.

“Rencana kita siapkan dulu lah aturan domestik, segala macamnya kita siapkan dulu, sambil kita lihat dulu perkembangannya terakhir.”

Dari sekitar 140 negara, Yon mengatakan negara maju yang sudah siap untuk menjalankan ini a.l. Korea Selatan, Australia, Selandia Baru dan Inggris.

Skema Pajak Minimum Global

Harus dipahami, pilar dua dalam proposal pajak OECD mengatur mengenai Global Anti Base Erosion (GLoBE) yang bertujuan untuk mengurangi kompetisi pajak serta melindungi basis pajak yang dilakukan melalui penetapan tarif pajak minimum secara global.

Dalam pelaksanaannya, Yon mengatakan hanya perusahaan dengan peredaran bruto di atas 750 juta euro yang akan dikenakan pajak minimum ini. Adapun, sesuai aturan yang dituangkan dalam OECD, negara yang menerapkan GLoBE ini, tidak perlu memedulikan nilai threshold jika perusahaan multinasional tersebut berkantor pusat di negara tersebut.

GloBE tidak berlaku bagi perusahaan multinasional yang ultimate parent-nya merupakan entitas pemerintah, organisasi internasional, lembaga nirlaba, dan lembaga pengelola dana pensiun dan investasi. Selain itu, penghasilan perusahaan pelayaran nantinya akan dikecualikan dari pajak ini.

Dengan demikian, kebijakan GloBE dilakukan dengan menerapkan tarif efektif pajak minimum sebesar 15% yang ditinjau dari negara domisili. Apabila terdapat selisih antara pajak minimum tersebut dengan tarif pajak efektif di lokasi investasi suatu perusahaan multinasional, ada dua implikasi.

Selisih tersebut dapat dipajaki di negara domisili melalui income inclusion rule atau penghasilan luar negeri ditarik ke negara domisili dan/atau melalui undertaxed payment rule atau biaya yang dibayarkan oleh perusahaan multinasional di negara domisili ke perusahaan multinasional di negara dengan tarif pajak rendah menjadi non-deductible.

Terkait dengan undertaxed payment rule ini, Yon menambahkan bahwa Kemenkeu, dalam hal ini Ditjen Pajak, masih akan mengatur regulasinya. Pasalnya, jika ada perusahaan multinasional Indonesia yang beroperasi di negara dengan tarif pajak PPh lebih rendah, pemerintah berhak menarik selisihnya.

“Banyak sekali perusahan Indonesia yang punya perusahan di luar negeri dan sebagian di antaranya juga ada yang di negara dengan tarif pajak yang jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia. itu juga yang termasuk sedang kami dalami,” papar Yon.

“Tapi kan semua negara juga pasti akan berpikir sama. daripada di topup Indonesia mending kita atur jugalah aturan komisinya seperti apa. Nah, itu yang kita maksud tadi, pada tahapan ini kita masih sama nih. Diskusi dengan negara lain kalian mau seperti apa regulasi internalnya,” tegas Yon.

Sumber : www.cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only