Soal Kritik Faisal Basri Tentang Hilirisasi, Ini Kata Luhut..

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya buka suara mengenai kritik Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri terkait hilirisasi nikel yang dinilai hanya menguntungkan China. Menurutnya hal itu tidak benar.

“Gak betul, kan sudah ada baca tulisan itu ya itu saja di baca angkanya ada di sana,” tegas Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (14/8/2023).

Menurutnya ada orang yang berkomentar tidak melihat data dengan cermat. Menurutnya dari data yang dipaparkan tidak lengkap karena tidak ada produk hilirisasi nikel lainnya.

“Yang diberi tahu itu hanya iron steel yang 415 (Rp Triliun) atau berapa itu. dia lupa kalau kita sudah ada (Nikel) matte, sudah ada HPAL, banyak sekali produk lainnya yang tidak diketahui dia, sehingga data itu saja yang dikeluarkan,” kata Luhut.

Sebelumnya Faisal Basri mengatakan kebijakan hilirisasi nikel yang dinilai hanya menguntungkan industrialisasi China. Apalagi kalau hilirisasi yang dilakukan baru sebatas produk Nickel Pig Iron (NPI) dan feronikel.

“Kalau hilirisasi sekedar dari bijih nikel jadi NPI atau jadi feronikel. NPI dan feronikel 99% diekspor ke China jadi hilirisasi Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di China itu dia, luar biasa,” ujar Faisal dalam diskusi Indef, dikutip Senin (14/8/2023).

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto juga sudah membeberkan data keuntungan Indonesia melakukan hilirisasi nikel.

Ia menyebut Indonesia berhasil memperoleh pemasukan dari pajak khususnya pada tax holiday hilirisasi nikel di tahun 2022 mencapai Rp 17,96 triliun. Hal itu terhitung melonjak drastis bila dibandingkan dengan tahun 2016 yang hanya sebesar Rp 1,66 triliun.

“Penerimaan perpajakan tahun 2022 dari sektor hilirisasi nikel adalah Rp 17.96 triliun, atau naik sebesar 10.8x dibandingkan tahun 2016 sebesar 1.66 triliun,” ujar Seto dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (14/8/2023).

Adapun seto juga mengungkapkan pendapatan negara melalui Pajak Penghasilan (PPh) Badan sektor hilirisasi nikel di tahun 2022 mencapai Rp 7,36 triliun yang mana naik drastis dari tahun 2016 lalu yang hanya sebesar Rp 0,34 triliun.

Seto bilang, jika kebijakan hilirisasi nikel tidak dilakukan sejak 2020 lalu, maka pendapatan melalui pajak tidak akan bertambah secara signifikan. Dia mengatakan pendapatan melalui ekspor bijih nikel pada tahun 2019 lalu pendapatan pajak ekspor hanya sebesar Rp 1,55 triliun atau sebesar 10% dari nilai ekspor bijih nikel.

“Jika kebijakan ekspor bijih nikel tetap dilakukan dengan menggunakan data tahun 2019, pendapatan pajak ekspor hanyalah sebesar US$ 0.11 miliar (Rp 1.55 triliun) atau 10% dari nilai ekspor bijih nikel sebesar US$ 1.1 milyar. Angka tersebut tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan pajak dari sektor hilirisasi nikel sebesar Rp 3.99 triliun di tahun 2019,” tandasnya,” bubuh Seto.

Sumber : www.cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only