Bahlil Sebut Pajak Minimum Global Untungkan Negara Tertentu, Pengamat: Tidak Benar

Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Fajry Akbar menanggapi pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadali mengenai pajak minimum global (GMT).

“Pertama, tidak benar jika pajak minimum global hanya menguntungkan negara tertentu, sebagai negara berkembang Indonesia juga mendapatkan manfaat dari adanya pajak minimum global,” ujar Fajry pada Tempo, Senin, 23 Agustus 2023. 

Fajry menjelaskan selama ini penghindaran pajak terjadi karena adanya negara atau yurisdiksi dengan tarif pajak yang sangat redah. Dengan adanya pajak minimum global, kata dia, hal tersebut dapat dicegah. 

“Kedua, tak ada lagi kompetisi tarif pajak (PPh Badan),” kata dia. 

Selama ini, lanjut dia, setiap negara berlomba untuk menurunkan tarif PPh Badan untuk mendorong investasi. Dengan adanya pajak minimum global, ia menilai, tak ada gunanya lagi menurunkan tarif PPh Badan. 

“Untuk itu, penerimaan pajak akan terjaga terutama bagi negara berkembang. Cuma sayangnya, tarif minimumnya masih rendah, yakni 15 persen,” tutur dia.

Ketiga, korporasi di negara dengan tarif pajak rendah dan korporasi dengan ETR (effective tax rate) yang rendah akibat memanfaatkan insentif pajak juga akan terdampak. Dia menilai, meskipun nanti ada penyesuaian dari investasi riil, namun manfaat dari insentif pajak akan berkurang. Dengan begitu, kata dia, kemampuan dari insentif pajak dalam menarik investasi akan berkurang. 

“Dan sebagian besar insentif yang kemungkinan terdampak dari adanya pajak minimum global ini adalah jenis-jenis insentif yang paling menarik bagi investor seperti tax holiday, tax allowance, dan reduce rate,” ujar dia. 

Tapi, kata dia, memang inilah tujuan utama dari pajak minimum global, yaitu agar negara-negara tidak melalui insentif pajak, tetapi melalui hal lain, seperti infrastruktur, tenaga kerja, dan lainnya.

Meski Amerika Serikat, menurut dia, bermain dua kaki dengan memanfaatkan celah yakni dengan skema subsidi untuk menarik investasi.  Padahal, keduanya sama-sama membebani beban anggaran negara. 

“Keempat, meski kita tidak mengimplementasikan pajak minimum global, dampaknya akan sama saja,” beber dia. 

Selanjutnya: Pajak minimum global adalah elephant in the room

Dia menjelaskan desain dari kesepakatan pajak minimum global akan memberikan hukuman bagi negara yang tidak mengimplementasikan GMT. Solusi yang perlu diambil, kata dia, malah dengan kebijakan QDMT (qualified domestic minimum tax) untuk menjaga basis pajak indonesia yang hilang dari adanya pajak minimum global

“Kelima, Pajak Minimum Global ini ‘elephant in the room’ menurut saya,” tutur dia. 

Sebab, ketentuannya sangat kompleks dan untuk mematuhi kompleksitas itu salah satunya penuh dengan perhitungan formula. Mirisnya, ungkap dia, banyak korporasi di Indonesia punya awareness yang masih rendah dari adanya ketentuan pajak minimum global. Ia menilai, korporasi-korporasi tersebut seharusnya sudah siap-siap dari sekarang. 

“Tentu, tidak semua korporasi, karena pajak minimum global dikenakan bagi perusahaan multinasional dengan omzet tertentu saja,” ujar dia.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia sebelumnya meminta implementasi pajak minimum global dikaji ulang. Dia menilai, GMT hanya akan menguntungkan negara-negara tertentu. 

“Dengan adanya ketentuan tax minimum global tadi, maka akan mempengaruhi insentif investasi,” kata Bahlil, dilansir dari Antara pada Minggu, 20 Agustus 2023. 

Menurut Bahlil, penerapan GMT saat ini belum apple to apple antara negara maju dan berkembang. Dia menilai, negara maju harus membuka ruang bagi negara berkembang untuk menarik investasi untuk mencapai kemajuan.

Sedangkan negara berkembang saat ini masih membutuhkan pemanis atau sweetener untuk menarik investasi. Sehingga, lanjut dia, kebijakan perpajakan negara maju tak bisa dipukul rata dengan negara berkembang.

Bahlil mengungkapkan, bila GMT diterapkan terlalu dini bisa mengganggu program hilirisasi yang sedang digalakkan pemerintah. Hal ini lantaran investor negara maju akan kembali berinvestasi ke negara asal mereka.

Sumber: tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only