Apa Itu Shadow Economy? Hal yang Ganggu Ekonomi RI dan Penerimaan Pajak

Shadow economy atau ekonomi bayangan adalah ekonomi bawah tanah yang tidak terdeteksi oleh pemerintah dan mendistorsi kinerja pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) RI.

Akibatnya, ratusan triliun pendapatan masyarakat yang tak terlilhat dalam radar tersebut turut hilang dalam kas negara karena tidak melaporkan pajaknya. 

Pemerintah dalam Buku Nota II Keuangan dan RAPBN 2024 pun menyoroti peningkatan shadow economy menjadi tantangan utama dalam pencapaian target penerimaan pajak.  

“Meningkatnya shadow economy sebagai konsekuensi perubahan struktur perekonomian yang mengarah pada digitalisasi dan tingginya sektor informal,” tulis buku tersebut, dikutip, Rabu (30/8/2023). 

Digitalisasi pada berbagai sektor ekonomi memang berdampak bagi kemudahan berusaha dan penyederhanaan proses bisnis. Sayangnya, ada potensi terjadinya peningkatan penghindaran kewajiban perpajakan jika tidak ada sistem perpajakan untuk menangkap aktivitas ekonomi digital tersebut. 

Hal ini akan memengaruhi penerimaan perpajakan di masa mendatang akibat basis perpajakan yang stagnan karena tingginya shadow economy dan rendahnya kepatuhan perpajakan. 

Ekonomi digital juga mendorong tingginya pekerja informal. Saat ini Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat distribusi tenaga kerja informal mencapai di atas 50 persen terhadap total tenaga kerja di Indonesia. 

 Lebih lanjut, hal ini dapat memengaruhi kestabilan penerimaan perpajakan, mengingat sektor informal saat ini belum sepenuhnya tertangkap oleh sistem perpajakan di Indonesia, sehingga pelaksanan kewajiban perpajakannya masih rendah. 

Meskipun demikian, Pemerintah telah menerapkan pemberlakuan NIK menjadi NPWP guna memudahkan administrasi wajib pajak serta pemberlakuan pajak digital.

Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyampaikan bahwa dari sisi informal dengan konteks UMKM, mencakup 60 persen. Sementara yang tergolong UMK mencapai 40 persen. 

Pihaknya mengaku masih terus berusaha memantau jejak shadow economy melalui pertukaran data hingga secara internasional. 

“Ini memang tantangan bagi kami. Bagaimana wajib pajak shadow economy yang memang di bawah radar, mereka sudah memenuhi kriteria tidak lagi UMKM [wajib bayar pajak], tapi berada di bawah radar. Ini kekuatan data, kami coba tingkatkan kualitas dari waktu ke waktu,” katanya, Selasa (29/8/2023). 

Apa itu Shadow Economy?

Melansir dari Investopedia, shadow economy mengacu pada transaksi ekonomi yang dianggap ilegal, baik karena barang atau jasa yang diperdagangkan melanggar hukum, atau karena transaksi tidak memenuhi persyaratan pelaporan pemerintah. Ekonomi bawah tanah disebut juga sebagai ekonomi bayangan, pasar gelap, atau ekonomi informal. 

Dampak kondisi ini di negara-negara berkembang, pendapatan pajak yang tidak tertagih dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghambat pembuatan program-program publik. 

Meski demikian, tidak semua ekonomi tersebut mencakup aktivitas ilegal, seperti pembelian dan penjualan obat-obatan terlarang atau penjualan senjata ilegal. 

Hal ini juga mencakup pendapatan yang tidak dilaporkan, seperti membayar karyawan restoran secara diam-diam atau pekerjaan seperti mengasuh anak yang tidak dilaporkan. Demikian pula, setiap barter yang tidak melibatkan pertukaran uang tunai dan tidak dilaporkan dianggap sebagai bagian dari shadow economy.

Alasan sederhana seseorang atau pelaku usaha melakukan shadow economy adalah untuk mendapatkan barang yang tidak dapat mereka beli secara legal. Selain itu, juga untuk menghindari pajak, undang-undang ketenagakerjaan, dan dokumen administratif.

Dari dalam negeri, Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama melihat terdapat potensi ekonomi yang tidak terlacak oleh radar hingga 26 persen atau seperempa dari PDB Indonesia. 

Jika PDB RI pada kuartal II/2023 mencapai Rp5.226,7 triliun, artinya sebesar Rp1.358,9 triliun yang tidak terpantau radar. 

“Pelaku usaha yang bener juga gerah dengan perilaku pengusaha yang shadow economy. Kalau pelaku usaha yang rajin dan patuh, tapi di situ ada shadow economy, gak rajin gak patuh gak punya NPWP. Ini harus ada keberanian [pemerintah],” ungkapnya. 

Sumber : bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only