3 Strategi Sri Mulyani untuk Tingkatkan Penerimaan Pajak 2023

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan telah menyiapkan 3 strategi untuk mencapai target pajak dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023. Strategi pertama adalah dengan melakukan perbaikan dari sisi kebijakan perpajakan.

“Strategi kami untuk terus menjaga target penerimaan tahun ini dengan terus melakukan perbaikan dari sisi kebijakan perpajakan,” kata Sri di Kompleks DPR, Jakarta, Kamis, (21/9/2023).

Sri Mulyani mengatakan juga akan terus memperbaiki tata laksana perpajakan. Menurut dia, perbaikan tata laksana itu akan dilakukan dengan menindak aparat pajak yang melanggar aturan. “Termasuk melakukan tindakan tegas kepada aparat pajak yang tidak baik,” kata dia.

Selain itu, Sri Mulyani mengatakan Kementerian Keuangan terus berbenah untuk meningkatkan kemampuan sistem perpajakan di Indonesia. Yaitu dengan membangun coretax system yang ditargetkan akan diluncurkan pada 2024. Coretax system diklaim akan menjadi sistem perpajakan canggih, salah satunya bisa mengisi SPT sendiri.

“Kami masih tetap optimis, namun waspada untuk penerimaan bisa tercapai,” kata dia.

Sebelumnya, kinerja penerimaan pajak menunjukkan tren perlambatan dengan pertumbuhan single digit pada tahun ini. Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (20/9/2023) mengatakan penerimaan pajak Januari-Agustus 2023 mencapai Rp 1.246,97 triliun atau 72,58% target.

Sementara itu, setoran per Agustus hanya Rp 3,8 triliun, turun dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4,8 triliun. Pertumbuhan penerimaan pajak pada Januari-Agustus itu mencapai 6,4%, lebih rendah dibandingkan penerimaan tahun lalu sebesar 58,1%. Kenaikan double digit pada tahun lalu dipicu oleh tingginya harga komoditas dan pemulihan ekonomi dari basis yang sangat rendah dari tahun 2021.

Tren perlambatan ini, kata Sri Mulyani, harus diwaspadai. Ke depannya, Kemenkeu melihat penerimaan pajak akan mengikuti variabel ekonomi makro, terutama harga komoditas, konsumsi dalam negeri, belanja pemerintah, aktivitas impor dan variabel lainnya.

Dari catatan Kemenkeu, perlambatan penerimaan pajak pada Agustus ini juga dipicu oleh kontraksinya PBB dan pajak lainnya yang turun 12,01% menjadi Rp 11,64 triliun dan PPh Migas anjlok 10,58% menjadi Rp 49,51 triliun.

PBB mengalami kontraksi akibat pergeseran pembayaran PBB migas, sedangkan PPh Migas mengalami kontraksi sebagai dampak moderasi harga minyak bumi.

Sumber : www.cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only