Produksi Rokok & Harga Komoditas Anjlok, Setoran Cukai Ciut

Penerimaan Kepabenan dan Cukai pemerintah anjlok hingga akhir Agustus 2023. Kondisi ini dipicu turun drastisnya penerimaan dari sisi bea keluar dan setoran cukai.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan kepabenan dan cukai hingga 31 Agustus 2023 sebesar Rp 171,6 triliun. Angka ini turun 16,8% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 206,2 triliun.

Realisasinya tercatat baru sebesar 54,7% dari target APBN 2023 sebesar Rp 303,2 triliun. Sedangkan, hingga Agustus 2022 silam setorannya sudah 69% dari target saat itu.

“Jadi tingkat tahun ini turun 16,8% year on year,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN kita secara daring, dikutip Kamis (21/9/2023).

Sri Mulyani merincikan, penurunan terbesar komponen penerimaan bea dan cukai berasal dari setoran bea keluar yang hanya Rp 6,8 triliun atau turun 80,3% dari tahun lalu Rp 34,7 triliun yang tumbuh 83,4%.

Penyebab turunnya bea keluar ini adalah bea keluar produk sawit yang turun 82% yoy dipengaruhi harga minyak mentah kelapa sawit atau CPO yang turun 15,6% sepanjang tahun ini menjadi hanya US$ 772,7 per ton, dan bea keluar tembaga turun 70% akibat turunnya volume ekspornya sebesar 14,1%.

“Untuk bea keluar yang kontraksi 80,3% sangat dalam, tahun lalu tumbuh 83,4% karena produk sawit turun 82% bea keluarnya, lebih karena harga CPO dan juga tahun lalu ada kebijakan istimewa yaitu flash out,” tutur Sri Mulyani.

“Dan juga tembaga bea keluar turun 70% karena volume ekspor tembaga yang turun, ini juga nanti berkaitan dengan adanya hilirisasi tembaga,” tegasnya.

Setoran cukai pun turun 5,8% menjadi Rp 126,8 triliun dari tahun lalu sebesar Rp 134 triliun yang saat itu tumbuh 21,2%. Penyebabnya penerimaan cukai hasil tembakau hanya Rp 125,8 triliun atau turun 5,8% akibat produksi kumulatif rokok golongan 1 yang turun dan tarif rata-rata tertimbangnya hanya naik 1,9% dari yang seharusnya 10% karena turunnya produksi rokok jenis SKM dan SPM golongan 1.

“Karena sebagian besar rokok yang terjual di kelompok golongan 3 yang kenaikan tarifnya jauh di bawah 10%, yaitu hanya 5%,” ujar Sri Mulyani.

Penopang setoran bea dan cukai yang tumbuh akibatnya hanya berasal dari setoran bea masuk sebesar Rp 28,4 triliun atau tumbuh 3% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 31,9 triliun. Terutama karena tarif efektifnya yang naik menjadi 1,4% akibat naiknya impor komoditas dengan tarif bea masuk di atas 10% seperti untuk kendaraan dan suku cadangnya, serta mesin penambangan.

Selain itu, bea masuk juga menurut Sri Mulyani ditopang oleh penguatan kurs dolar Amerika Serikat sebesar 3,8% secara tahunan. Nilai tukar rupiah per dolar AS pun telah menyentuh Rp 15.373 secara end of period dan Rp 15.109 secara rerata year to date, jauh di atas asumsi APBN Rp 14.800.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only