Pajak Menyisir Influencer dan Content Creator

Para pembuat konten (content creator) masuk dalam radar pengawasan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan. Otoritas Pajak menempuh langkah ini dalam upaya memaksimalkan penerimaan negara melalui strategi intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.

Kabar terbaru, Ditjen Pajak dikabarkan menagih pajak salah satu pembuat konten, Soleh Solihun. Melalui akun media sosial pribadinya, Soleh Solihun mengaku terus dita- gih oleh petugas pajak terkait penghasilannya yang berasal dari Youtube. Namun dia mengaku sudah tidak mendapatkan lagi penghasilan dari Youtube sejak tahun 2018.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemkeu, Dwi Astuti menyatakan pihaknya akan terus memperkuat pengawasan kepada seluruh wajib pajak, termasuk wajib pajak influencer dan content creator.

Namun Dwi menegaskan,tidak ada strategi pengawasan khusus yang dilakukan oleh Ditjen Pajak bagi wajib pajak content creator. Sebab, “Semua wajib pajak dilakukan pengawasan dengan cara yang sama,” ungkap Dwi kepada KONTAN, kemarin.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, pada dasarnya penghasilan profesi digital dikenakan ketentuan perpajakan secara umum sebagaimana profesi lainnya.

Untuk meningkatkan pengawasan terhadap kepatuhan mereka, maka perlu melihat karakteristik aliran penghasilan yang diperoleh.

Dilihat dari karakteristik perolehan penghasilan tersebut, setidaknya dapat ditinjau dari dua sumber. Pertama, content creator yang mendapatkan penghasilan dari adsense maupun jumlah views. Umumnya, penghasilan mereka tidak dibayarkan langsung dari pembuat adsense, namun dari platform tempat mereka membuat konten.

“Untuk itu, akan sangat bermanfaat jika Ditjen Pajak memiliki akses terhadap data dan informasi dari platform tersebut untuk mengawasi penghasilan para content creator Indonesia,” kata Bawono kepada KONTAN, kemarin.

Kedua, influencer yang melakukan endorsement produk/jasa tertentu melalui postingan di media sosial. Menurut Bawono, penghasilan yang diperoleh tentu berasal dari produsen pemilik produk atau jasa tersebut atau pihak yang meminta influencer agar melakukan endorsement.

Potensi masih besar

Namun tantangannya adalah bentuk pembayaran yang dilakukan tidak selalu berupa uang, melainkan bisa berupa natura dan kenikmatan. Misalnya, penginapan gratis, pemberian produk, potongan harga dan berbagai bentuk lainnya.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023, pemberi imbalan wajib melakukan pemotongant atas pembayaran yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pengamat Pajak Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, perhitungan pajak atas penghasilan content creator memiliki empat skenario. Yakni, sebagai pegawai tetap, pegawai tidak tetap, bukan pegawai dan kegiatan usaha.

Potensi penerimaan pajak dari para content creator memang besar. Terlebih, ekonomi digital terus berkembang setelah pandemi Covid-19. Sementara pungutan pajak dari sektor ini belum sepenuhnya optimal.

Menilik data Ditjen Pajak, setoran pajak penghasilan (PPh) 21 per akhir Agustus 2023 mencapai Rp 141,09 triliun, masih jauh dari pencapaian di sepanjang 2022 yang mencapai Rp 174,38 triliun. Adapun setoran PPh 25/29 orang pribadi per akhir Agustus mencapai Rp 10,16 triliun, mendekati realisasi sepanjang 2022 yang mencapai Rp 11,58 triliun.

Sementara itu, terkait pajak penghasilan yang dianggap belum dilaporkan, wajib pajak bisa menyampaikan sanggahan kepada Ditjen Pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun dengan catatan bahwa sanggahan tersebut juga harus disertai dengan bukti-bukti.

Sumber : Harian Kontan – Rabu, 18 OKtober 2023

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only