Segera Berlaku, Aturan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Sudah Harmonisasi

Pemerintah masih menyusun ketentuan mengenai tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21. Rencananya, ketentuan tersebut akan mulai diimplementasikan pada 2024. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (31/10/2023).

Saat ini, rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait dengan tarif pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sedang dalam proses harmonisasi. Pemerintah juga akan menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang memuat ketentuan teknis.

“Kalau PP sedang dalam proses. Tinggal tunggu penerbitan, pengundangan. PMK-nya sedang kita diskusikan. Harusnya keluar cepat karena memang berlaku segera,” ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal.

Mekanisme penghitungan PPh Pasal 21 dengan tarif efektif dinilai jauh lebih sederhana ketimbang skema pemotongan PPh Pasal 21 yang berlaku pada saat ini. DJP mencatat terdapat setidaknya 400 skenario pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan pada ketentuan yang berlaku saat ini.

Selain mengenai tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21, ada pula ulasan terkait dengan pembuatan bukti potong (bupot) dan faktur pajak saat implementasi penuh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 16 digit. Kemudian, ada juga bahasan tentang aplikasi e-SPT.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Tabel Tarif Efektif PPh Pasal 21

Pemerintah akan menyiapkan tabel yang memuat tarif efektif PPh Pasal 21 untuk setiap level penghasilan. Tarif efektif yang disiapkan juga sudah mencerminkan nilai penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk setiap status mulai dari TK/0 senilai Rp54 juta hingga K/I/3 senilai Rp121,5 juta.

“Di PP adalah gelondongan besarnya. Nanti di PMK mengatur tabulasinya lah,” ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal.

Mekanisme penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif diharapkan dapat lebih memudahkan bagi pemotong pajak. Tarif efektif rata-rata pemotongan PPh Pasal 21 direncanakan berlaku bersamaan dengan coretax administration system pada 2024.

Bupot dan Faktur Pajak Tak Bisa Pakai NPWP 000

Saat implementasi nasional NPWP 16 digit pada 2024, penerbitan bukti potong dan faktur pajak tidak dapat lagi menggunakan NPWP 000.

Pembuatan bukti potong (bupot) dan faktur pajak bisa dilakukan dengan memasukkan NPWP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang valid. Tanpa itu, bukpot atau faktur pajak tidak dapat diterbitkan.

Wajib pajak yang memiliki karyawan dengan NPWP 000 juga tidak dapat menerbitkan bupot atas karyawan tersebut. Oleh karena itu, DJP mengimbau agar dilakukan pemadanan NPWP karyawan, lawan transaksi, rekanan, dan lainnya yang terkait dengan perusahaan.

e-SPT Diganti Aplikasi Berbasis Web

Aplikasi e-SPT akan diganti dengan aplikasi berbasis web menggunakan NPWP 16 digit. Pada saat ini, aplikasi e-SPT PPh Pasal 21-26 masih menggunakan NPWP 15 digit.

Sesuai dengan PMK 112/2022, format baru NPWP ada 3. Pertama, untuk wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk menggunakan NIK. Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Kedua, bagi wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP format 16 digit. Ketiga, bagi wajib pajak cabang menggunakan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).

Jadwal Reses Pengadilan Pajak di Akhir Tahun

Ketua Pengadilan Pajak menetapkan jadwal masa istirahat dari kegiatan bersidang pada Hari Raya Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Melalui Surat Edaran No. SE-3/PP/2023, Ketua Pengadilan Pajak menetapkan masa istirahat dari kegiatan bersidang (reses) pada 18 Desember 2023 hingga 5 Januari 2024.

Selanjutnya, persidangan dimulai kembali pada hari Senin, 8 Januari 2024. Bila terdapat sengketa yang harus diselesaikan dengan segera karena akan jatuh tempo, persidangan tetap dapat dilaksanakan pada waktu dan hari kerja dalam masa reses tersebut.

Validasi NIK-NPWP bagi Istri

Istri yang melaksanakan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan suami juga perlu melakukan validasi nomor induk kependudukan (NIK).

DJP menegaskan istri yang pelaksanaan kewajiban perpajakannya digabung dengan suami memang tidak perlu memiliki NPWP tersendiri. Namun, NIK istri perlu dicantumkan dalam menu daftar anggota keluarga yang tersedia di akun DJP Online suami.

“Kewajiban perpajakan wanita yang menjadi satu NPWP dengan suami, akan dilaporkan pada SPT atau kewajiban perpajakan suami. Namun, suami akan memasukkan NIK istri dalam family tax unit-nya,” tulis DJP dalam laman resminya.

Sumber : news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only