Prabowo-Anies Usul Pajak Cerai dari Kemenkeu, Mirip Amerika

Bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan dan Prabowo Subianto menyerukan idenya untuk memisahkan Direktur Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Langkah ini diharapkan bisa meningkatkan independensi instansi perpajakan serta menaikkan penerimaan negara.

Anies dan Prabowo menyampaikan ide tersebut dalam acara Sarasehan 100 Ekonom yang diselenggarakan INDEF dan CNBC Indonesia, Rabu (8/11/2023).  Menurut Prabowo, banyak negara telah membuktikan pemisahan instansi perpajakan dari Departemen Keuangan berdampak positif.

“Kita perlu berani belajar dari pengalaman orang lain. Dan di banyak tempat di negara negara maju memang agak dipisahkan antara policy making kementerian keuangan dan tax collection dan revenue collection,” tutur Prabowo dalam acara Sarasehan.

Namun, Prabowo menjelaskan kebijakan tersebut harus dilakukan setelah dilakukan kajian ataupun studi banding.

“Tim pakar yang membantu saya terus menerus melakukan kajian melakukan simulasi melakukan studi banding sehingga tentunya kita berharap pada saatnya mana kala diberi mandat kita bisa segera kerja,” imbuhnya.

Gagasan membentuk badan penerimaan negara sudah lama disampaikan Prabowo. Pada pemilihan presiden (pilpres) 2019-2024, dia juga menyampaikan gagasan serupa.

Pada debat capres kelima pilpres 2019-2024, Prabowo mengatakan bahwa nantinya badan penerimaan negara tersebut akan berada di bawah Presiden secara langsung.

Senada dengan Prabowo, Anies juga merasa perlu adanya badan khusus penerimaan negara. Namun, pembentukan badan tersebut harus dilakukan melalui proses yang smooth.

“Kami lihat di level negara perlu ada realisasi badan penerimaan negara. Ini menjadi satu sendiri yang nantinya melakukan integrasi, koordinasi dalam semua yang terkait dg revenue negara sehingga menjadi satu,” tutur Anies.

Isu Pemisahan DJP dari Kemenkeu

Rencana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan bukan hal baru. Rencana tersebut pernah disuarakan saat proposal revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) diajukan pada 2018. Pemisahan diperlukan agar otoritas pajak bisa lebih luwes dalam menetapkan kebijakan pengumpulan pajak.

Pemisahan ini merupakan salah satu janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan awalnya badan otonom pajak direncanakan sudah terbentuk pada 2017.

Pemisahan semula diharapkan bisa membuat instansi perpajakan Indonesia lebih leluasa dalam menjalankan tugasnya karena ada kebebasan dalam anggaran, kebijakan, sampai rekrutmen.

Sejumlah pihak juga terus menyuarakan pemisahan termasuk Wakil Ketua MPR RI Prof. Dr. Ir. H. Fadel Muhammad. Menurut Fadel, rencana pemisahan salah satunya datang dari munculnya fenomena dunia perpajakan nasional yang sedang mendapat cobaan serius yakni, terungkapnya kasus sejumlah aparatur negara bidang perpajakan yang menimbun kekayaan tidak wajar, hingga menimbulkan kecurigaan adanya malapraktik dalam sistem perpajakan. Seperti, terbukanya kasus seorang pegawai di Kanwil DJP Jaksel, yang merembet ke sejumlah pejabat lain.

Instansi perpajakan memang kerap menjadi sorotan dalam 10 tahun terakhir. Berbagai macam skandal dan penyelewengan pernanh menggegerkan mulai dari Gayus Tambunan, Angin Prayitno, Dhana Widyatmika, sampai yang terbari Rafael Alun Trisambodo.

Analis senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan bahwa dengan adanya badan khusus penerimaan pajak, maka hal ini menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan rasio penerimaan pajak negara.

Ia pun mengemukakan bahwa hal ini bukan hal baru di dunia, melainkan sudah terdapat beberapa negara yang memiliki badan khusus untuk penerimaan pajak, seperti Bangladesh, Pakistan, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, hingga Australia. Bahkan China dan New Zealand pun memiliki pola kelembagaan yang terpisah.

Ia menyebutkan, Bangladesh memiliki lembaga itu dengan nama National Board of Revenue (NBR), dan Pakistan dengan nama Federal Board of Revenue. Amerika Serikat dengan nama Internal Revenue Service (IRS), Singapura dengan Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS), Malaysia dengan Lembaga Hasil Dalam Negeri (LHDN), serta Australia dengan Australian Taxation Office (ATO).

Menurut Ronny, maka kedua capres bisa mempelajari sisi positif dan negatif dalam pembentukannya. Ia mencontohkan cerita sukses Bangladesh dalam pembentukan NBR menjaga sisi penerimaan, maupun sisi negatif dari sisi tak kunjung tingginya tax ratio atau rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) negara ini.

Menengok Kinerja Kantor Pajak AS IRS

Bila mencari contoh lembaga pajak otonom, tentu yang terbayang adalah Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat (AS). IRS terkenal garang dan tidak kenal menyerah dalam mengejar potensi pajak.

Sebenarnya IRS juga tidak sepenuhnya otonom karena masih harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Namun IRS memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan, anggaran, dan sumber daya manusia.

Tanpa belenggu birokrasi yang berlapis, IRS pun leluasa dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Hasilnya, penerimaan pajak Negeri Paman Sam terus meningkat.

Selama Tahun Anggaran (TA) 2022, IRS mengumpulkan lebih dari US$4,9 triliun pajak kotor, memproses lebih dari 262,8 juta pengembalian pajak dan formulir lainnya, dan mengeluarkan pengembalian pajak lebih dari US$641,7 miliar.

Pada Tahun Anggaran 2022, hampir 58,2 juta pembayar pajak dibantu dengan menelepon atau mengunjungi kantor IRS. IRS.gov menerima hampir 1,1 miliar kunjungan dan pembayar pajak mengunduh hampir 453,9 juta file.

Dari wajib pajak yang berpartisipasi dalam Survei Sikap Wajib Pajak Komprehensif (CTAS) tahun 2022, 84% mengatakan bahwa melakukan kecurangan dalam membayar pajak penghasilan sama sekali tidak dapat diterima, dan hampir semua (93%) percaya bahwa membayar bagian yang adil merupakan kewajiban warga negara. pajak. Selain itu, sebagian besar pembayar pajak (78%) merasa puas dengan interaksi pribadi mereka dengan IRS.

Sumber : cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only