Pemeriksaan, DJP: Ada Pejabat Fungsional dan Petugas Pemeriksa Pajak

Ditjen Pajak (DJP) dapat menindaklanjuti Surat Permintaan Penjelasan atas data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang tidak direspons oleh wajib pajak dengan pemeriksaan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (14/11/2023).

Dalam Podcast Cermati Episode 15 bertajuk Saatnya Merespons Surat Cinta di kanal Youtube DJP, Kasubdit Humas Perpajakan DJP Inge Diana Rismawanti mengatakan pemeriksaan tersebut bisa dilakukan oleh pejabat fungsional pemeriksa pajak atau petugas pemeriksa pajak.

“Petugas pemeriksa pajak ini bisa ditunjuk oleh kepala unit pemeriksa pajak, baik itu dari account representative (AR) maupun pelaksana. Jadi, jangan kaget kalau tiba-tiba ada satu orang kemarin jadi AR, sekarang jadi pemeriksa karena itu memungkinkan,” ujar Inge.

Berdasarkan pada PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021, pemeriksa pajak adalah pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan DJP atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak. Mereka yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan.

Selain mengenai pemeriksaan pajak sebagai salah satu tindak lanjut dari SP2DK yang tidak direspons oleh wajib pajak, ada pula ulasan terkait dengan status pengusaha kena pajak (PKP) kantor pusat dan cabang saat implementasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 16 digit nanti.

AR Bisa Ditunjuk sebagai Petugas Pemeriksa Pajak

Sesuai dengan SE-15/PJ/2018, pemeriksa pajak terdiri atas pejabat fungsional pemeriksa pajak, petugas pemeriksa pajak, dan/atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak.

Petugas pemeriksa pajak adalah PNS di lingkungan DJP, selain pejabat fungsional pemeriksa pajak, yang ditunjuk oleh kepala KPP atau kepala Kanwil DJP. Mereka diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh direktur jenderal pajak untuk melaksanakan pemeriksaan.

Masih dalam SE tersebut, pada KPP, kepala seksi pemeriksaan dan pelaksana pada Seksi Pemeriksaan; kepala seksi dan AR pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, IV; serta kepala seksi dan AR pada Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan di setiap KPP harus ditunjuk sebagai petugas pemeriksa pajak.

“Untuk jenis pemeriksaan tertentu seorang account representative bisa ditunjuk oleh kepala kantornya untuk menjadi pemeriksa pajak,” ujar Kasubdit Humas Perpajakan DJP Inge Diana Rismawanti dalam Podcast Cermati Episode 15 bertajuk Saatnya Merespons Surat Cinta. (DDTCNews)

NPWP Pusat Bisa Berubah Status dari Non-PKP Jadi PKP

Saat implementasi NPWP 16 digit, NPWP pusat yang berstatus non-PKP berpotensi berubah menjadi PKP. Perubahan tersebut dilakukan ketika wajib pajak tersebut memiliki NPWP cabang dengan status PKP. Adapun perubahan status NPWP pusat dari non-PKP menjadi PKP dilakukan secara jabatan.

“NPWP pusat akan berubah menjadi PKP secara jabatan. [Hal ini] dikarenakan saat implementasi NPWP 16 …, [NPWP] cabang yang berstatus PKP tersebut berubah menjadi NITKU,” tulis Ditjen Pajak (DJP) dalam laman resminya.

Ketika NPWP cabang dihapus dan digantikan dengan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU), sambung DJP, sudah tidak ada lagi kewajiban pelaporan dan pembayaran pajak. Semua pelaporan dan pembayaran menggunakan NPWP pusat. (DDTCNews)

Peluncuran e-Pbk 2.0

DJP meluncurkan pemindahbukuan elektronik atau e-Pbk 2.0 dengan lebih banyak fitur. Wajib pajak dapat melakukan melakukan pemindahbukuan secara elektronik lewat e-Pbk 2.0 tanpa sertifikat elektronik (sertel). Pemindahbukuan cukup dilakukan menggunakan kode verifikasi.

“Penggunaan sertel merupakan sertifikat yang diterbitkan DJP, sedangkan penggunaan kode verifikasi merupakan kode yang dikirimkan pada email yang diinput pada form permohonan pemindahbukuan,” tulis DJP dalam User Manual e-Pbk 2.0. (DDTCNews)

Revisi Target Perpajakan 2023

Pemerintah menerbitkan Perpres 75/2023 sebagai revisi atas Perpres 130/2022 mengenai perincian APBN 2023. Pada Perpres 75/2023, target penerimaan perpajakan ditetapkan senilai Rp2.118,34 triliun atau naik 4,8% dari target awal di Perpres 130/2023 senilai Rp2.021,22 triliun.

Apabila diperinci, pendapatan PPh ditargetkan menembus Rp1.000 triliun, yakni Rp1.049,54 triliun atau naik 12,2% dari target awal Rp935,06 triliun. Angka ini terdiri atas PPh migas Rp71,65 triliun dan PPh nonmigas Rp977,89 triliun.

Pada PPh nonmigas, target terbesar disumbangkan PPh Pasal 25/29 badan senilai Rp401,01 triliun. Kemudian, PPN/PPnBM ditargetkan senilai Rp731,04 atau lebih kecil 1,5% dari target awal Rp742,95 triliun. PBB ditargetkan senilai Rp26,87 triliun atau turun 14,2% dari target awal Rp31,31 triliun.

Penerimaan cukai kini ditargetkan Rp227,21 triliun atau turun 7,4% dari target awal Rp245,44. Pada pos ini, target penerimaan dari cukai produk plastik dan cukai minuman bergula dalam kemasan dihilangkan. Semula, target penerimaannya masing-masing Rp980 miliar dan Rp3,08 triliun.

Adapun penerimaan pajak lainnya ditargetkan senilai Rp10,79 triliun atau naik 24,2% dari target awal Rp8,69 triliun. Di sisi lain, soal target pendapatan dari pajak perdagangan internasional (bea masuk dan bea keluar) ditargetkan senilai Rp72,89 triliun atau naik 26,2% dari target awal Rp57,74 triliun. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Insentif Supertax Deduction

DJP menyarankan wajib pajak yang memiliki kegiatan vokasi untuk memanfaatkan insentif supertax deduction. DJP menyatakan pemerintah menyediakan supertax deduction demi mendorong sektor swasta untuk berminat melaksanakan kegiatan vokasi.

Supertax deduction adalah insentif perpajakan dari pemerintah bagi industri yang terlibat dalam melaksanakan program pada pendidikan vokasi sesuai dengan regulasi yang berlaku,” cuit DJP.

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only