Terima SPHP dari DJP, Wajib Pajak Harus Sampaikan Tanggapan Tertulis

JAKARTA. Wajib pajak harus menyampaikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan daftar temuan hasil pemeriksaan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (15/11/2023).

Sesuai dengan Pasal 42 ayat (1) PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021, tanggapan itu disampaikan dalam bentuk lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan (jika menyetujui seluruh hasil pemeriksaan) atau surat sanggahan (jika tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan).

“Tanggapan tertulis … harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 7 hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh wajib pajak,” bunyi penggalan Pasal 42 ayat (1) PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021.

Wajib pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis untuk paling lama 3 hari kerja. Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu, wajib pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu berakhir.

Jika pemeriksaan atas data konkret dilakukan dengan pemeriksaan kantor, tanggapan tertulis disampaikan paling lama pada saat wajib pajak harus memenuhi undangan tertulis untuk menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Wajib pajak tidak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu.

“Tanggapan tertulis … dan pemberitahuan tertulis … disampaikan oleh wajib pajak secara langsung atau melalui faksimile,” bunyi penggalan Pasal 42 ayat (6) PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021.

Jika wajib pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, pemeriksa pajak membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim pemeriksa pajak.

Selain mengenai penyampaian tanggapan tertulis atas SPHP, ada ulasan terkait dengan penerbitan tata laksana kelangsungan layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.
Jika Wajib Pajak Tidak Menyampaikan Tanggapan Tertulis

Pasal 44 ayat (5) PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021 memuat ketentuan yang berlaku jika wajib pajak, wakil, atau kuasa dari wajib pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP dan hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai undangan.

Dalam situasi tersebut, pemeriksa pajak tetap melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak. Hasil pembahasan dituangkan dalam risalah pembahasan yang ditandatangani oleh tim pemeriksa pajak dan wajib pajak, wakil, atau kuasa dari wajib pajak.

Pasal 44 ayat (6) PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021 memuat ketentuan yang berlaku jika wajib pajak, wakil, atau kuasa dari wajib pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP dan tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal dalam undangan.

Dalam situasi tersebut, pemeriksa pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan SPHP, berita acara ketidakhadiran wajib pajak, dan berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir. Dokumen tersebut ditandatangani oleh tim pemeriksa pajak.

“Dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP …, pajak yang terutang dihitung berdasarkan SPHP … dan wajib pajak dianggap menyetujui hasil pemeriksaan,” bunyi penggalan Pasal 58 ayat (5) PMK 17/2013.

Kelangsungan TIK di Lingkungan DJBC

Dirjen bea dan cukai menerbitkan PER-19/BC/2023. Beleid baru itu mencabut PER-18/BC/2018 tentang Pelayanan Penyampaian Pemberitahuan Kepabeanan dan/atau Pemberitahuan Cukai dalam Keadaan Kahar.

“Untuk memberikan kepastian hukum dan menjamin pemenuhan standar pelayanan DJBC kepada masyarakat dalam kondisi normal dan tidak normal, perlu menyusun tata laksana kelangsungan layanan TIK di lingkungan DJBC,” bunyi salah satu pertimbangan dalam PER-19/BC/2023.

Setoran Pajak Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) melaporkan prognosis setoran pajak kepada negara pada 2023 mencapai Rp1,94 triliun. Nilai tersebut setara dengan 132,35% dari plafon anggaran tahunan BI (ATBI) operasional 2023. Prognosis ini dipengaruhi ketentuan natura/kenikmatan sebagai objek pajak penghasilan (PPh).

“Berlaku sejak Januari 2023, BI sebagai wajib pajak dikenakan PPh Pasal 21 atas natura dan/atau kenikmatan yang diterima oleh pegawai dan anggota dewan gubernur,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

Perry menuturkan UU 7/2021 dan PMK 66/2023 menyatakan natura dan/atau kenikmatan menjadi objek PPh bagi karyawan mulai 1 Januari 2023. Kebijakan ini berdampak pada pajak yang disetorkan karena otoritas moneter ini memberikan fasilitas pajak ditanggung pemberi kerja. (DDTCNews)

AS Dukung Indonesia Jadi Anggota OECD

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyampaikan dukungan terhadap proses aksesi Indonesia untuk menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Dalam keterangan resmi yang dirilis oleh White House, pemerintah AS siap bekerja sama dengan negara-negara anggota OECD lainnya guna memastikan Indonesia mampu memenuhi komitmen dalam peta jalan aksesi sebagai anggota OECD.

Sebagai informasi, terdapat 200 standar yang harus diadopsi oleh Indonesia untuk menjadi anggota OECD. Dari total 200 standar tersebut, Indonesia telah mengadopsi setidaknya 15 standar. Standar-standar yang perlu diadopsi mencakup standar pada perpajakan, pengadaan barang dan jasa pemerintah, BUMN, dan lain-lain.

Guna mendukung proses adopsi standar dan aksesi ke dalam OECD, Indonesia berencana membentuk komite nasional yang bertugas mengidentifikasi policy gap, sektor, dan isu yang dapat diselesaikan secara cepat.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only