Tarif Pajak Parkir Jakarta Maksimal 25% dalam RUU DKJ, Pengusaha: Bebani Masyarakat

JAKARTA. Pemerintah akan mengatur beberapa tarif pajak daerah apabila status Jakarta berganti menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), misalnya saja untuk tarif pajak parkir dan pajak hiburan. Hal tersebut telah tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) DKJ yang masih bersifat draft.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Dia Dewi melihat, rencana perubahan sejumlah tarif layanan publik dalam RUU DKJ merupakan bentuk penyesuaian yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, terutama bila nanti Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara.

Hanya saja, dirinya meminta RUU DKJ tersebut dikaji secara mendalam serta melihat kemampuan masyarakat Jakarta pada umumnya. Misalnya saja tarif pajak parkir yang maksimal 25% akan cukup membebani masyarakat.

“Kenaikan 25% cukup besar, apalagi saat ini kondisi perekonomian belum sepenuhnya stabil. Daya beli masyarakat pun lagi menurun, sementara inflasi meninggi,” ujar Diana kepada Kontan.co.id, Rabu (6/12).

Seperti diketahui, dalam Pasal 41 ayat 1 RUU DKJ, tarif pajak jasa parkir ditetapkan paling tinggi 25%. Usulan tarif ini mengubah ketentuan sebelumnya mengenai tarif 20% pajak parkir yang termaktub dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Pajak Parkir.

Sementara itu, Sementara itu, tarif pajak jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa di Jakarta juga akan dikenakan tarif minimal 25% dan maksimal 75%.

Saat ini, tarif pajak untuk diskotek, karaoke, kelab malam, pub, bar, live music, musik DJ dan sejenisnya hanya ditetapkan sebesar 25% dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan . Sedangkan tarif pajak untuk panti pijat, mandi uap dan spa ditetapkan sebesar 35%.

Diana menilai, masyarakat bisa merasa sangat terbebani apabila tarif pajak dinaikkan cukup besar. Oleh karena itu, penentuan tarif layanan publik harus dilakukan melalui kajian dan diskusi dengan sejumlah pihak, termasuk KADIN DKI Jakarta.

Di sisi lain, kenaikan tarif layanan publik ini tentu akan berdampak positif bagi penerimaan daerah. Hal itu pun menjadi tantangan tersendiri karena pengelolaan dan pengalokasiannya pun harus tepat sasaran, terlebih dalam membantu masyarakat.

Misalnya, pemberdayaan UMKM, melengkapi transportasi publik, penanganan stunting, dan sebagainya.

Sumber : kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only