Sengketa PPh Pasal 21 atas Biaya Gaji Pemegang Saham

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi negatif terhadap dasar pengenaan pajak (DPP) pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 atas transaksi pembayaran biaya gaji kepada pemegang saham.

Sebagai informasi, wajib pajak membayarkan gaji kepada X selaku direktur (Direktur X) dan Y selaku komisaris (Komisaris Y). Direktur X dan Komisaris Y juga memiliki peran sebagai pemegang saham. Atas pembayaran biaya gaji tersebut, Termohon PK memotong PPh Pasal 21.

Menurut otoritas pajak, transaksi pembayaran biaya gaji kepada Direktur X dan Komisaris Y secara substantif merupakan pembayaran dividen. Sebab, besaran biaya gaji yang dibayarkan kepada Direktur X dan Komisaris Y telah melebihi kewajaran. Oleh sebab itu, biaya gaji yang diberikan kepada Direktur X dan Komisaris Y seharusnya dipotong PPh Pasal 23 dan bukan PPh Pasal 21.

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan koreksi yang ditetapkan oleh otoritas pajak. Pembayaran biaya gaji kepada Direktur X dan Komisaris Y dilakukan sehubungan dengan jabatan serta tanggung jawabnya dalam usaha wajib pajak. Biaya gaji juga dibayarkan setiap bulan sama dengan karyawan lainnya sehingga dipotong PPh Pasal 21.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat biaya gaji yang dibayarkan kepada pemegang saham yang merangkap sebagai direktur dan komisaris termasuk objek PPh Pasal 21.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 26848/PP/M.V/10/2010 tertanggal 1 November 2010, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 28 Februari 2011.

Pokok sengketa dalam perkara ini ialahkoreksi negatif DPP PPh Pasal 21 tahun pajak 2005 senilai Rp2.639.087.740 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK membayarkan gaji kepada X selaku direktur dan Y selaku komisaris. Adapun Direktur X dan Komisaris Y juga memiliki peran sebagai pemegang saham. Atas pembayaran biaya gaji tersebut, Termohon PK memotong PPh Pasal 21.

Menurut Pemohon PK, penghasilan yang diterima oleh Direktur X dan Komisari Y secara substantif merupakan skema pembayaran dividen kepada pemegang saham dan seharusnya dipotong PPh Pasal 23. Alasannya, pembayaran biaya gaji kepada X dan Y juga dinilai melebihi kewajaran.

Pemohon PK menemukan terdapat perbedaan yang signifikan antara besaran pembayaran gaji kepada Direktur X dengan rata-rata biaya gaji manajer yang posisinya berada satu tingkatan di bawah Direktur X. Adapun perbedaan besaran gaji untuk posisi direktur dan manajer ialah sekitar Rp2 miliar.

Selain itu, Pemohon Pk juga berpendapat Pengadilan Pajak telah terbukti melanggar ketentuan dalam hal pengiriman salinan putusan Pengadilan Pajak No. Put. 26848/PP/M.V/10/2010 kepada para pihak. Dalam hal ini, salinan putusan tersebut baru dikirimkan kepada Pemohon PK lebih dari 30 hari sejak putusan diucapkan.

Dengan demikian, pengiriman salinan putusan tersebut sudah melebihi jatuh tempo. Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002). Dengan demikian, Pemohon PK menilai putusan Pengadilan Pajak tersebut cacat hukum atau juridisch gebrek sehingga harus dibatalkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan ketetapan Pemohon PK. Pembayaran gaji kepada Direktur X dan Komisaris Y bukanlah transaksi pembagian dividen. Biaya gaji tersebut dibayarkan kepada Direktur X dan Komisaris Y sehubungan dengan jabatan serta tanggung jawabnya dalam menjalankan usaha dari Termohon PK. Termohon PK juga menyebutkan bahwa biaya gaji dibayarkan secara berkala setiap bulannya kepada Direktur X dan Komisaris Y sama seperti karyawan lainnya.

Berdasarkan pada laporan keuangan yang telah di audit oleh KAP independen, pembayaran kepada Direktur X dan Komisaris Y sudah benar dan diakui sebagai pembayaran gaji dan bonus. Dengan demikian, pencatatan pembayaran biaya gaji X dan Y sudah benar sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia. Oleh sebab itu, Termohon PK mempertahankan pendapatnya.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan Pemohon PK terkait tidak terpenuhinya ketentuan formal dalam proses administrasi tidak dapat membatalkan putusan. Adapun proses administrasi yang dimaksud ialah sehubungan dengan keterlambatan pengiriman salinan putusan Pengadilan Pajak karena telah melebihi jangka waktu 30 hari.

Kedua, alasan Pemohon PK dalam menetapkan koreksi negatif atas biaya gaji tidak dapat dipertahankan. Sebab, jumlah tersebut dibayar sebagai gaji dari pemegang saham dan bukan pembayaran dividen.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

Sumber : news.ddtc.co.id 

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only