Reformasi Perpajakan dan Belanja Akan Tekan Defisit APBN

Guna mencapai target defisit APBN di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023, pemerintah harus berfokus pada strategi mengoptimalkan pendapatan dengan menerapkan reformasi pajak yang efektif dan mencari sumber-sumber pendapatan lainnya yang stabil dalam jangka panjang. Dari sisi belanja harus diarahkan untuk memperkuat pemulihan ekonomi dan reformasi struktural dengan mendorong belanja yang berkualitas.

“Untuk menjaga defisit dari sisi pengeluaran maupun penerimaan perlu ada reformasi fiskal yang lebih efektif dan harus mencari sumber penerimaan yang lebih berkelanjutan di jangka panjang. Sedangkan kegiatan belanja secara spending better perlu terus dilakukan,” ucap Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky dalam konferensi pers secara virtual yang berlangsung belum lama ini.

Postur APBN 2023 terdiri dari penerimaan negara sebesar Rp 2.463 triliun, belanja negara sebesar Rp 3.061,2 triliun dan besaran defisit APBN Rp 598,15 triliun atau 2,84% terhadap PDB, dengan perkiraan PDB nominal 2023 sebesar Rp 21.037,9 triliun.

“Konteks belanja secara quality spending dan spending better ini merupakan reformasi yang perlu pemerintah terus lanjutkan untuk mendukung APBN kita yang lebih berkesinambungan tidak hanya jangka pendek tetapi juga jangka panjang,” kata Teuku Riefky.

Menurut dia, ada faktor kombinasi kebijakan yang baik dan faktor keberuntungan, sehingga pemerintah dapat mencapai defisit fiskal di bawah 3% pada tahun 2022. Dengan upaya konsolidasi fiskal yang berkelanjutan, menjaga defisit di bawah 3% dari PDB pada tahun 2023 mungkin akan sulit tetapi masih dapat dicapai. Penerimaan negara kemungkinan tidak akan setinggi tahun 2022 karena harga komoditas diperkirakan akan turun akibat permintaan global yang menurun. Prospek suram dari potensi resesi global dapat semakin mengoreksi harga komoditas, sehingga penerimaan pemerintah pada tahun 2023 mungkin akan terbatas.

“Fokus dari usaha menjalankan konsolidasi fiskal menjadi semakin penting dari waktu-waktu sebelumnya. Apalagi selain dari sisi domestik, dari sisi global prospek adanya resesi, pengetatan suku bunga moneter yang menurunkan demand terhadap produk-produk Indonesia ini juga berdampak terhadap postur anggaran di tahun 2023,” tandas dia.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan selama ini pemerintah sudah melakukan pengelolaan utang secara bijak. Apalagi kebijakan utang pemerintah juga selalu dipantau oleh lembaga pemeringkat internasional. Dari penilaian yang dilakukan kondisi utang Indonesia dinilai masih berada dalam posisi aman.

Rating kita dibilang positif outlook, sekarang BBB, kita akan masuk ke investment grade yang mudah-mudahan A. Itu menggambarkan bahwa dia (kondisi utang dan investasi) baik-baik saja, sustainable, kalau ugal-ugalan ya tidak mungkin positif outlook-nya,” kata Sri Mulyani.

Sumber : www.beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only