Reformasi Perpajakan Salah Satu Penopang Tumbuhnya Ekonomi Indonesia

Senior Advisor TaxPrime sekaligus mantan Dirjen Pajak 2000-2001, Machfud Sidik menyatakan bahwa ekonomi Indonesia pada 2023 tumbuh positif berkat reformasi perpajakan yang tiada henti.

Machfud menilai, selain langkah fundamental dan reformasi perpajakan, pemerintah Indonesia telah melakukan banyak mitigasi menghadapi perlambatan ekonomi, termasuk di antaranya krisis energi, isu cryptocurrency serta memaksimalkan potensi komoditas yang harganya meningkat tajam.

taboola mid article

“Jika di banyak perusahaan persoalan pajak relatif terkelola lebih baik, yang perlu ditingkatkan adalah peningkatan literasi di kalangan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah),” ujar Machfud di Jakarta, Jumat (3/2).

Perlu diketahui Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini tetap pada kisaran 4,5 hingga 5,3 persen dan akan terus meningkat menjadi 4,7 hingga 5,5 persen di tahun 2024.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi dapat terwujud bila pemerintah konsisten melakukan lima strategi penguatan ekonomi, antara lain menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk, mendorong ekspor dengan beragam insentif fiskal, hilirisasi, meningkatkan investasi, dan fokus pada ekonomi hijau (green economy).

Mengacu pada Tax Outlook 2023, pemerintah menargetkan penerimaan pajak di tahun 2023 sebesar Rp1.718 triliun. Untuk mencapai target tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan tetap melanjutkan reformasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan pajak, di antaranya pemberlakuan sistem pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) dan Automatic exchange of information (AEoi) sebagai pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Kendati demikian, Tax Compliance and International Tax Advisor TaxPrime, Teguh Wisnu Purbaya menyoroti pembaruan sistem administrasi perpajakan dan otomatis dari otoritas. Dia berpandangan bahwa perusahaan harus mengantisipasi dengan meningkatkan internal compliance dan menerapkan strategi perpajakan yang baik dan tidak lupa melakukan reviu dan mitigasi atas transaksi yang sudah ada dan akan dilakukan.

Di sisi lain, Transfer Pricing Compliance and International Tax Advisor, Bayu Rahmat Rahayu mengatakan bahwa mitigasi risiko paling memungkinkan apabila sudah dapat mengidentifikasi risiko.

“Dalam konteks transfer pricing berada di tempat mereka melakukan usaha. Cara mencegah risiko terjadi adalah menyiapkan planning dan berdiskusi dengan Ditjen pajak untuk mengajukan Advance Pricing Agreement (APA),” kata Bayu.

Namun, di sisi lain Senior Advisor TaxPrime dan The Titan Asia, Muhammad Fajar Putranto mengingatkan ada 95 persen bisnis di Indonesia dimiliki oleh para individu pribadi dan keluarga atau biasa disebut Family Office. Artinya, sudah usai era penghindaran terhadap perbankan yang sering dilakukan perusahaan keluarga.

“Teknologi otomasi dalam perpajakan kini sangat friendly bagi pebisnis manapun,” tutur Fajar.

Hal serupa juga dikatakan oleh Tim Advisor, Suharso, yang mana sifat bisnis jenis ini cenderung tidak mengelola aspek perpajakannya, baik karena alasan abai, tidak memiliki literasi memadai atau cara sengaja menghindarkannya.

Padahal, menurutnya supaya bisnis family office ini dapat berkembang, kepatuhan pada aturan perpajakan mengenai bagian keberlangsungan bisnis sekaligus terjaminnya pengelolaan dan tongkat estafet bagi generasi berikutnya.

“Akhir-akhir ini, generasi Z yang masuk kelangan crazy rich semakin banyak. Mereka harus memperhatikan pertumbuhan bisnis sekaligus mempersiapkannya bagi anak-anak mereka di masa depan. Kelak mereka tidak hanya meninggalkan harta, tapi juga kewajiban pajak,” imbuhnya.

Sumber : www.merdeka.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only