Fokus Pemulihan Ekonomi Masyarakat

Pemerintah terus merumuskan kebijakan keuangan negara pasca pandemi Covid 19 agar ekonomi bisa pulih sepenuhnya. Yang jelas, Kementerian Keuangan menegaskan, kebijakan-kebijakan yang ada untuk menopang pemulihan ekonomi.

Nah, untuk membahas detail mengenai hal itu, tim Redaksi mewawancarai Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan di kantornya, Kamis (16/2). Berikut nukilannya :

Kontan : Bagaimana gambaran penerimaan negara dengan kehadiran UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) di awal tahun ini ?

Suahasil : Kalau kia lihat APBN 2023, dari sejak kami mendesain di pertengahan tahun 2022, kami sudah membayangkan ada beberapa hal di sisi penerimaan yang harus konservatif. Karena waktu itu kami mendesain penerimaan pajak meningkat tapi tidak terlalu cepat peningkatannya.

Soalnya, harga komoditas di tahun 2022 sudah sedemikian tinggi, sehingga di tahun 2023 tidak akan meningkat setinggi itu lagi. Kalau harga bisa stay saja, itu sudah luar biasa. Tetapi, jika harga turun, tidak akan turun-turun sekali.

Seperti ICP (harga minyak Indonesia), kami membuat asumsi rata-rata tahun lalu US$ 100 sampai US$ 105 per barel. Lalu, tahun ini, kami turunkan jadi US$ 93 per barel.

Penerimaan tumbuh tapi tidak terlalu besar angkanya. Jadi, ini bentuk kehati-hatian karena kami ingin terus mendorong pemulihan ekonomi masyarakat. Saya ingin sampaikan, cara berpikir pajak atau penerimaan negara untuk pembangunan ekonomi.

Kontan : Seperti apa persisnya pajak mampu mendorong pembangunan ekonomi?

Suahasil : Ada dua cara pikir pajak untuk pembangunan ekonomi. Pertama, pajak membantu pembangunan dengan cara mengumpulkan uang dan masuk ke APBN. Kemudian, oleh APBN dibelanjakan untuk belanja kementerian, lembaga, subsidi, dan kompensasi. Misalnya, untuk menjaga harga BBM agar tidak terlalu tinggi. Termasuk, belanja transfer dan belanja investasi seperti kami kasih PMN (penanaman modal negara) ke BUMN.

Kedua, pajak membantu pertumbuhan ekonomi, dengan cara tidak memungut pajak alias memberikan insentif pajak. Karena, menurut aturan, ada sejumlah penerimaan yang sebenarnya harus dipungut dan dibebaskan. Ini banyak jenisnya. Seperti barang-barang strategis tidak dikenakan PPN (pajak pertambahan nilai). Padahal, PPN di kenakan untuk semua transaksi barang dan jasa, tapi barang strategis tidak kami kenakan.

Selain itu, UMKM juga tidak kena pajak penghasilan (PPh) normal tapi dikenakan pajak penghasilan final setengah persen dari omzet. Ini semua merupakan insentif dan masih banyak yang lain.

Kami targetkan, di 2023 penerimaannya tetap tumbuh. Tapi karena sangat terpengaruh harga komoditas, maka pertumbuhannya tidak terlalu tinggi. Meski begitu, insentif akan tetap kami berikan. Belanja nanti kami jalankan dan pemulihan ekonomi dan pertumbuhan kami teruskan.

Kontan : Artinya, tahun ini pemerintah akan terue mendorong insentif ? Memang, apa saja bentuk insentifnya?

Suahasil : Iya, kalau insentif pajak kan, ada macam-macam. Ada yang sudah jalan terus dari tahun ke tahun, seperti pajak tahun ke tahun, seperti pajak penghasilan untuk UMKM final setengah persen dari omzetnya. UMKM cukup membuat proses pembukuan sederhana sehingga bisa langsung apply dan selesai perpajakannya. Kami lihat, insentif itu dimanfaatkan oleh banyak sekali UMKM.

Sebelum pandemi Covid 19, sebanyak 2,5 juta UMKM memanfaatkan insentif pajak ini. Setelah pandemi Covid 19 memang angkanya turun, hanya sekitar 200.000 UMKM. Karena, banyak bisnis tutup, turun dan sebagainya, tapi sekarang sudah mulai meningkat lagi.

Tapi bukan hanya itu, sejumlah barang strategis juga terkena PPN, seperti bahan kebutuhan pokok. Kalau untuk perusahaan, agar menggaet investasi, kami punya yang besar-besar, seperti tax holiday dan tax allowance. Jadi, mereka yang seharusnya bayar pajak penghasilan, tetapi untuk mengundang investasi, ya, mereka tidak perlu bayar untuk periode waktu tertentu.

Bentuknya tidak hanya pengurangan pajak tapi juga ada restitusi-restitusi yang dipercepat. Restitusi PPN dipercepat, kan, sangat membantu perusahaan karena cash flow mereka bisa lebih cepat juga.

Nah, pada saat pandemi Covid 19 tahun 2020-2021, kami memberikan insentif lebih banyak lagi. Waktu itu, karena perusahaan kesulitan cash flow, maka yang melakukan import seharusnya bayar pajak penghasilan Pasal 22 untuk impor, itu kami kurangi.

Kemudian, PPh Pasal 25 bisa dicicil setiap bulan, nanti akhir tahun dihitung berapa total yang sudah dibayar, sehingga kekurangannya tak terlalu besar, itu pun kami kurangi.

Waktu itu, PPN untuk mobil dikurangi, properti kami kurangi. Tujuannya adalah spesifik insidentil karena kami tahu pada saat itu masyarakat susah dan perlu yang namanya trigger untuk konsumsi.

Karena insidentil merespons pandemi Covid 19, maka insentif seperti tidak lanjut. Tapi, yang reguler seperti pajak UMKM, restitusi dipercepat, dan lainnya yang memang sudah regular di belanja perpajakan, sih kami akan teruskan.

Kontan : Kalau untuk ekstensifikasi cukai, apakah jadi diterapkan tahun ini?

Suahasil : Kalau cukai plastik, peraturannya sudah ada. Untuk implementasi dan aplikasinya, kami lagi memikirkan waktu yang tepat, supaya sejalan pemulihan ekonomi.

Jadi, kami lihat target penerimaan cukai di APBN, kami lihat bagaimana kira-kira tahun ini, terpenuhi atau tidak. Lalu, pemulihan masyarakat seperti apa? Karena, bagaimana pun juga kalau dikenakan cukai, pasti akan ada peningkatan pengeluaran masyarakat. Nah ini yang sedang kami lihat.

Kalau barang kena cukai yang lain, yang pernah dikaji adalah minuman berpemanis dalam kemasan. Tapi, ini masih berproses, jadi belum ada peraturannya, dan kami masih harus melakukan konsultasi-konsultasi terlebih dahulu.

Kontan : Cuma, banyak minimarket mulai tidak menyediakan plastik, apakah ada kemungkinan cukai plastik diterapkan tahun ini?

Suahasil : Ini bagus, kalau mau pakai kantong plastik harus beli dulu. Jadi, kantong plastik tidak gratis lagi. Kalau sudah terjadi dan cukup marak di masyarakat, kami senang melihatnya, jadi silakan jalan terus.

Nah, nanti cukai plastiknya ke arah mana? Jadi, kami akan melihat mana yang akan dikenakan cukai. Kemarin, kan, yang dipikirkan waktu kajian, adalah cukai dari kantong kemasan dulu, maksudnya plastik kresek. Kalau plastik kresek lama-lama hilang, kan artinya tanpa cukai, plastiknya juga sudah hilang. Tapi, jenis kemasan plastik, kan, masih banyak.

Yang jelas, hitungan kami adalah melihat bagaimana proses pemulihan ekonomi masyarakat, karena kami ingin dorong itu semaksimal mungkin. Di sisi lain, soal penerimaan negara, seberapa aman, sih, penerimaan negara terutama dari cukai.

Kontan : Terkait rencana pengurangan subsidi energi, kebijakannya seperti apa?

Karena insidentil merespons pandemi Covid 19, maka pemberian sejumlah insentif tidak lanjut lagi.

Suahasil : Subsidi idealnya kita berikan kepada yang membutuhkan. Jadi, pemberian subsidi harus tepat sasaran.

Penugasan pemerintah berikan kepada PLN dan Pertamina. Kalau untuk listrik, sebenarnya, semakin lama semakin tepat sasaran, karena hanya diberikan untuk pelanggan 450 VA dan sebagian 900 VA masih ada yang dapat subsidi untuk yang tidak mampu.

Tapi untuk kendaraan bermotor belum tepat sasaran. Cara tepat sasarannya bagaimana, kami tanya terus ke Pertamina, bisa tidak dibuat supaya lebih tepat sasaran. Jadi, yang menerima itu benar-benar yang tidak mampu. Ini banyak ide berkembang dan beberapa di coba, silakan saja.

Tahun lalu, kenaikan subsidi dan kompensasi energi karena harga minyak yang tinggi sekali, maka kami bayar selisih nya ke PLN dan Pertamina. Tidak apa-apa, ekonomi kita bisa tumbuh 5,3%. Sebagian harga energi murah karena ada subsidi dan kompensasi mencapai Rp 551 triliun dari APBN.

Tahun ini, kami lihat bagaimana nanti harga BBM? ICP nya? Pemulihan ekonomi masyarakat dan kemampuan masyarakat? Tapi, dari waktu ke waktu, kami menginginkan subsidi jadi lebih tepat sasaran, maka efeknya pada pengurangan kemiskinan akan lebih baik.

Kontan : Bagaimana dengan kelanjutan Perppu Cipta Kerja, akan seperti apa?

Suahasil : Perppu Cipta Kerja kita perlukan sekali, karena kita menghadapi ketidakpastian dunia. Satu prespektif adalah UU Cipta Kerja dirumuskan tahun 2020, lalu UU Cipta Kerja memandatkan peraturan pelaksanaannya selesai dalam tiga bulan, maka seluruh peraturan pemerintah (PP) selesai di Februari 2021.

Lalu, ada judicial review, kami pahami dan mengerti, PP nya secara operasionalisasi tetap berlaku namun stand still. Nah, dengan terbitnya Perppu Cipta Kerja, kami bisa melakukan perbaikan. Sekarang sedang bergulir, sedang dalam proses perbaikan.

Target utama UU Cipta Kerja adalah penciptaan lapangan kerja yang muncul karena ada investasi, investasi yang bisa muncul karena cara kerja birokrasi yang memberikan perizinan, layanan, dan memberikan landskap fundamental ekonomi yang berubah.

Sumber : Tabloid Kontan 20-26 Februari 2023 hal 14,15

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only