Periodik, Komite Kepatuhan Tentukan Wajib Pajak Prioritas Pengawasan

Secara periodik, komite kepatuhan Ditjen Pajak (DJP) akan menentukan daftar prioritas wajib pajak yang perlu penanganan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (23/2/2023).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan komite kepatuhan akan membuat daftar nama-nama wajib pajak yang diprioritaskan dalam penyuluhan, pengawasan, pemeriksaan, hingga penegakan hukum. Hal tersebut sejalan dengan upaya optimalisasi penerimaan melalui peningkatan kepatuhan.

“Jadi, secara periodik, kami tentukan daftar wajib pajak yang akan dilakukan penanganan. Jadi, secara bertahap dilakukan,” ujar Suryo.

Suryo mengatakan pembentukan komite kepatuhan tersebut bakal mendukung kegiatan pengawasan pembayaran masa dan pengawasan kepatuhan material yang dilakukan oleh Ditjen Pajak (DJP). Simak pula ‘Reformasi Pajak Tidak Hanya Mengganti Aplikasi’.

Selain mengenai komite kepatuhan, ada pula ulasan terkait dengan kinerja penerimaan pajak. Ada pula ulasan tentang integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kemudian, ada bahasan tentang penyusunan aturan pajak atas natura.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pengawasan Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan komite kepatuhan akan mendukung pengawasan pembayaran masa. Adapun pengawasan pembayaran masa dilakukan dengan mencermati perkembangan harga komoditas serta pergerakan kegiatan ekonomi pada berbagai sektor.

“Jadi beberapa sektor sudah mengalami pertumbuhan yang bagus. Sektor transportasi sudah. Pertambangan karena booming komoditas dan sektor lain seperti konstruksi juga bertumbuh bagus,” ujar Suryo.

Sementara itu, pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban pajak pada tahun-tahun sebelumnya akan dilakukan melalui pengawasan kepatuhan material.

“Ini kami lakukan dengan format pengawasan lewat SP2DK. Kalau tidak, kami lakukan dengan pemeriksaan atau mungkin penegakan hukum kalau memang ada indikasi tindak pidana di bidang perpajakan,” imbuhnya. (DDTCNews)
Pajak atas Natura

Pemerintah masih menyusun peraturan menteri keuangan (PMK) terkait dengan perincian imbalan berupa natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penentuan imbalan berupa natura dan/atau kenikmatan yang dikategorikan sebagai objek dan non-objek PPh akan dilakukan dengan mempertimbangkan asas kepantasan.

“Sampai saat ini terus kami susun untuk memastikan bahwa natura itu betul-betul sesuai dengan asas kepantasan yang akan kami kenakan sebagai objek pajak dan bukan objek pajak. Mohon ditunggu,” katanya. (DDTCNews)
Penerimaan Pajak

Realisasi penerimaan pajak pada Januari 2023 senilai Rp162,23 triliun. Capaian tersebut setara dengan 9,44% dari target tahun ini senilai Rp1.718 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak tersebut tumbuh sebesar 48,6% (year on year/yoy). Menurutnya, penerimaan pajak terus menunjukkan kinerja positif sejalan dengan pemulihan ekonomi.

Walaupun positif, pertumbuhan penerimaan pajak pada Januari 2023 tidak sekuat kinerja pada periode yang sama tahun lalu. Pada Januari 2022, penerimaan pajak tumbuh hingga 59,49% karena basis penerimaan yang rendah pada 2021. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Pemadanan Data NIK-NPWP

Sebanyak 54 juta NIK telah diintegrasikan sebagai NPWP. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan DJP terus mengingatkan wajib pajak agar segera melakukan validasi NIK sebagai NPWP melalui DJP Online. Selain itu, DJP juga melakukan validasi data agar semua NIK dapat digunakan sebagai NPWP.

“Di samping meminta wajib pajak untuk melakukan updating secara online, kami pun juga melakukan pemadanan dengan data dan informasi yang kami kumpulkan,” katanya. (DDTCNews)
Insentif Pajak Devisa Hasil Ekspor

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyebut pemerintah sedang menyusun skema insentif pajak untuk mendukung kebijakan yang mewajibkan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah berharap insentif pajak dapat memberikan daya tarik tersendiri untuk eksportir yang diwajibkan menempatkan DHE di dalam negeri.

“Insentif ini kami harapkan bisa menjadi daya tarik tersendiri selain juga memang kita melihat ingin melihat desain yang lebih konsisten untuk menjaga stabilitas makro Indonesia,” katanya. (DDTCNews)
Perdagangan Karbon

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi meluncurkan perdagangan karbon. Mulai 2023, perdagangan karbon akan dilakukan di subsektor pembangkit tenaga listrik dalam tahap mandatory.

Dalam fase I yang akan berlangsung sampai 2024, perdagangan karbon akan dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 megawatt (MW).

“Untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon tersebut, Kementerian ESDM telah menetapkan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE),” ujar Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu dalam Peluncuran Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only