Tax Holiday Tak Lagi Relevan

Fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) badan berupa tax holiday dinilai tak lagi relevan di tengah rencana pemerintah untuk menerapkan pajak minimum global. Oleh sebab itu, pemerintah perlu hati-hati dan selektif memberi fasilitas.

Perlu diketahui, ketentuan tarif pajak minimum merupakan mandat Pilar Il paket pajak internasional. Dalam Pilar II, berlaku ketentuan Global Anti-Base Erosion (GloBE) yang mensyaratkan tarif minimal penerapan PPh korporasi sebesar 15%. Tarif pajak tersebut menyasar semua perusahaan multinasional beromzet lebih dari 750 juta euro dalam setahun.

Pilar II mensyaratkan semua yurisdiksi yang tarif PPh badan atas bunga, royalti, dan pembayaran lain kurang dari 9% harus mengikuti ketentuan peraturan pajak ini (subject totar rule). Pemerintah saat ini masih menyusun aturan implementasi Pilar II. Rencananya kebijakan ini bakal diterapkan di tahun depan.

Persoalannya, pemerintah bakal memberikan tar holiday untuk menarik minat investor agar mau menanamkan modalnya di Ibu Kota Nusantara (IKN). Sementara dengan adanya ketentuan Pilar II, pemberian taz holiday dinilai merugikan negara yang memberikan insentif tersebut.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai tidak hanya tar holiday, beberapa insentif pajak juga akan ikut terdampak imple

mentasi Pilar II. “Pasti perusahaan multinasional yang masuk ke dalam scope melakukan hitung-hitungan dampak dari konsensus tersebut, berapa return on investment (ROD) pasca adanya konsensus global?” ujar F’ajry kepada KONTAN, Minggu (12/3).

Pemberian fasilitas tax hoiday juga akan membuat pemerintah kehilangan potensi penerimaan dari perusahaan multinasional. Sebaliknya, tax holiday akan memberikan tambahan penerimaan bagi yurisdiksi domisili perusahaan multinasional.

Menurut Fajry, untuk mengantisipasi potensi kehilangan penerimaan, pemerintah bisa mengimplementasikan Qualified Domestic Minimum Top-up Tаx (QDMTT). Namun tetap saja, pemberian fasilitas taar holiday sudah tak relevan lagi dilakukan. “Perlu upaya lain agar dapat menarik investor seperti menggunakan insentif nonfiskal,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono juga mengatakan, dengan kondisi tersebut pemerintah bisa menerapkan QDMTT, yaitu pajak minimum domestik yang diperkenankan untuk dikenakan oleh yurisdiksi sesuai dengan Pilar Il

Melalui QDMTT, Indonesia sebagai negara sumber dapat langsung mengenakan PPh atas penghasilan yang kurang dipajaki, sebelum negara domisili menerapkan top-up tar atas penghasilan tersebut.

Sumber : Harian Kontan Senin 13 Maret 2023 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only