Setoran Pajak Tertekan Konsumsi dan Komoditas

Realisasi penerimaan pajak Januari-April 2023 tumbuh melambat dibandingkan tahun lalu

Momentum Ramadan Idul Fitri ternyata tidak signifikan mendongkrak penerimaan pajak. Konsumsi rumah tangga terindikasi melemah ditambah tren pelemahan harga komoditas, sehingga menyebabkan pertumbuhan penerimaan pajak melambat.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak dari awal tahun 2023 hingga akhir April 2023 mencapai Rp 688, 15 triliun. Angka tersebut setara 40,05% dari target dalam Ang garan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.

Realisasi penerimaan pajak tersebut juga tumbuh 21,3% secara tahunan atau year-on- year (yoy). Namun, pertumbuhannya melambat dibandingkan Januari-April 2022 yang naik 51,4% yoy.

Dari data Kemkeu juga, realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri April 2023 yang terdapat momentum Ramadan dan Idul Fitri ma;ah mencatatkan kontraksi 10,9% yoy. Padahal jenis pajak ini berkontribusi besar yakni 21,4% terhadap total penerimaan pajak.

Kemkeu beralasan, penurunan tersebut karena adanya peningkatan pengembalian alias restitusi serta pergesaran pembayaran PPN dan kompensasi bahan bakar minyak (BBM) ke awal bulan Mei. “Ini terutama karena pembayaran PPN, di mana bulan April banyak sekali cuti dan liburnya,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kemarin.

Meski demikian, realisasi penerimaan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) secara kumulatif Januari-April 2023 mencapai Rp 239,98 triliun. Angka itu masih tumbuh dua digit, yakni mencapai 24,91% yoy.

Menkeu juga menjelaskan, melambatnya pertumbuhan penerimaan pajak tahun ini disebabkan oleh penurunan harga komoditas. Hal ini yang menyebabkan penurunan kinerja ekspor dan impor.

Oleh sebab itu, realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas pada periode itu tercatat Rp 32,33 triliun, hanya tumbuh 5,44% yoy. Sementara realisasi penerimaan PPh nonmigas Rp 410,92 triliun, tumbuh 20,11% yoy. Bahkan realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak lainnya sebesar Rp 4,92 triliun, tumbuh signifikan 102,62% yoy.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, penurunan penerimaan PPN dalam negeri di April menjadi sinyal adanya tekanan pada konsumsi rumah tangga. Hal ini bisa jadi karena menanjaknya inflasi pangan, tingginya. biaya transportasi, dan kecemasan terhadap ekonomi global. “Pemerintah harus mewaspadai tren konsumsi yang melemah karena akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,” kata dia.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono masih optimistis penerimaan pajak bisa mencapai target tahun ini. Namun, “Pemerintah harus menjaga konsumsi dalam negeri tetap stabil karena merupakan basis utama PPN dan perekonomian di Indonesia,” kata dia.

Sumber : Harian Kontan 23 Mei 2023 Halaman 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only