DPR Cecar Target Setoran Pajak, Anak Buah Sri Mulyani Was-was

Para anggota dewan di Badan Anggaran DPR mengkritisi target rasio penerimaan perpajakan pemerintah yang basisnya masih rendah dibanding masa selama Pandemi Covid-19. Padahal, APBN telah mencetak surplus yang tinggi secara konsisten pada 2022.

Kritikan ini salah satunya disampaikan Ketua Banggar DPR Said Abdullah. Dia mengatakan, dengan kondisi penerimaan negara yang surplus terus hingga saat ini, rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB tidak lagi harus dipatok di level 9,91 untuk batas bawahnya, melainkan lebih tinggi.

“Kalau basic-nya 9,91% sampai 10,18% mangapnya itu luar biasa. Basic-nya saja, batas bawahnya menjadi 9,95% saja deh,” kata anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu saat rapat Panja Penerimaan RAPBN 2024 di Banggar, Jakarta, Senin (12/6/2023).

Senada, Anggota Banggar Fauzi Amro yang juga merupakan Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi NasDem mengatakan, sebetulnya usulan lebih tinggi ini juga sudah disampaikan para anggota Komisi XI saat rapat panja awal bulan lalu. Namun pd

“Kita sudah bahas memang enggak tuntas artinya ada pesimisme dari Pak Suryo (Dirjen Pajak) dan kawan-kawan di Kemenkeu melihat prospek pendapatan pajak ke depan karena harga komoditas turun,” ujarnya.

Namun, ia mengingatkan, hingga April 2023 pemerintah masih membukukan surplus dalam APBN sebesar Rp 234,7 triliun. Dengan demikian, ia mengusulkan supaya rasio penerimaan perpajakannya harus sudah naik seperti level sebelum pandemi, yakni dengan batas bawah di level 10% PDB.

“Pesimisnya harga komoditas, tax amnesty, dan UU HPP, kita jadi perdebatan dengan berbagai macam internal yang terjadi kita sarankan basis poinnya di 10-11%, ini kan sambil berjalan. Ini kan surplus terus hampir Rp 234,7 triliun ya kita harap surplus terus berjalan enggak usah ada pesimis,” tegasnya.

Merespons hal itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menekankan, target rasio penerimaan perpajakan itu memang harus didesain konservatif untuk menjaga APBN tetap kredibel di tengah melambatnya ekonomi dan perdagangan global saat ini.

Ia mengakui, rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB sejak Pandemi Covid-19 pada 2021 yang anjloknya hingga 8,32% dari posisi 2018 di level 10,24% memang terus membaik hingga 2022 ke level 10,93%. Namun, pada 2023 estimasinya masih di level 9,61%.

“Masuk 2023 pak, ini harga sudah sangat turun memang terlihat dari risiko yang kami sampaikan beberapa unggulan ekspor kita sudah tumbuh negatif sehingga untuk PPh kita sudah normalisasi, PPN juga normalisasi sehingga kewaspadaan menjadi poin,” ujarnya.

“Masuk ke 2024 kami memang masih lihat risiko tinggi terutama harga komoditas masih cukup lebih rendah dari 2022 dengan demikian kami memang mengusulkan angka ini dengan pertimbangan secara konservatif untuk menjaga kredibelitas APBN,” lanjutnya.

Kendati begitu, ia mengaku perubahan pada target rasio penerimaan perpajakan ini masih bisa disesuaikan dalam pembahasan RAPBN ke depan. Terutama dengan mempertimbangkan realisasi penerimaan negara dalam laporan semester APBN 2023.

“Kami hargai optimisme itu dan ini memang akan terus kita kalibrasi, kami dengarkan juga sedikit optimis untuk batas bawah melihat lapsem akan kita lihat kalibrasi bersama,” kata Febrio.

Sumber : Cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only