Anggota DPR Ini Desak Kemenkeu Tinjau Ulang Pengenaan PPN 11% Produk Setengah Jadi

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk meninjau regulasi fiskal secara komprehensif terkait pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) 11% pada produk pengolahan setengah jadi seperti stainless steel (nikel) dan ingot (timah).

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suprawoto menilai, pengenaan PPN 11% pada produk pengolahan setengah jadi (intermediat) dari nikel menjadi stainless steel atau dari timah menjadi ingot (batang logam) tidak adil.

Oleh karena itu, dirinya meminta pemerintah untuk mengusulkan peninjauan atas pengenaan PPN sebesar 11% pada produk pengolahan setengah jadi. Hal ini bertujuan untuk mendorong industri pengolahan lanjutan semakin kompetitif.

“Memang ini sangat-sangat dikeluhkan industri dalam negeri yang mau memakai produk turunan dari nikel. Harus dipajaki 11%, sementara kalau ekspor malah tidak dikenakan 11%. Daya saing barang dalam negeri jadi lebih mahal 11%,” ujar Sugeng dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (20/6) kemarin.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Golkar, Bambang Patijaya mengatakan hal yang sama. Menurutnya, persoalan regulasi yang tidak tepat akan menjadi penghambat investasi pengembangan industri lanjutan.

Dia bilang, selama ini calon investor berpikir ulang sebelum menamkan modalnya di Indonesia dikarenakan produk pengolahan setengah jadi dikenai PPN 11%. Sebaliknya, ekspor produk pengolahan setengah jadi justru dibebaskan pengenaan PPN.

“Salah satu hal yang menghambat investasi pengembangan industri lanjutan itu adalah persoalan regulasi sendiri,” katanya.

“Kementerian Keuangan main pungut-pungut aja dia. Kan gak bisa begitu. Masalah ini adalah masalah yang paling mendasar. Jika selisih harga di dalam negeri sudah 11%, bagaimana orang mau berinvestasi,” imbuhnya.

Oleh karena itu, dirinya menilai, pengenaan PPN 11% tidak tepat jika dikenakan kepada produk-produk pengolahan lanjutan atau produk setengah jadi.

“PPN itu sangat tidak masuk jika dibebankan kepada barang-barang intermediat, barang-barang untuk bahan pengolahan lanjutan. Gak boleh. PPN itu harus dipungut diujung, sehingga barang-barang kita memiliki daya kompetitif,” tandasnya.

Sumber : nasional.kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only