Pengusaha Kekeh Gunakan Tarif Pajak Lama terhadap Karaoke hingga Spa

JAKARTA, Kalangan pengusaha bersikukuh masih akan menjalankan kewajiban pembayaran pajak hiburan sesuai dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Padahal pemerintah sudah memberlakukan Surat Edaran (SE) Nomor 900. 1 . 1 3. 1 /403/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Upaya menerbitkan surat edaran ini sebagai langkah meredam keriuhan yang terjadi karena pemerintah memberlakukan tarif pajak hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa di kisaran 40%-75%. Dengan adanya SE tersebut pemerintah daerah bisa memberikan insentif fiskal bila pengusaha belum bisa menjalankan pajak daerah di kisaran 40-75%.

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa dengan adanya surat ini pemerintah daerah bisa memberikan insentif fiskal ke pelaku usaha di lima bidang pada bidang hiburan tersebut.

“Intinya kepala daerah berhak mengeluarkan insentif ini. Tentunya kami harapkan berlaku kepada Undang Undang lama yaitu UU 28 2009 tentang PDRD dimana tidak ada batas minimal, jadi itu bisa dihilangkan menjadi mulai dari 0% atau mengikuti tarif yang lama,” ucap  Hariyadi Sukamdani di Kantor Kemenko Perekonomian pada Senin (22/1/2024).

Dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah pasal 58 disebutkan bahwa tarif Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Dalam SE disebutkan bahwa sehubungan dengan adanya keberatan dari Pelaku Usaha pada Pajak Hiburan Tertentu sesuai Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, sehingga membuka peluang kepada Kepala Daerah untuk memberikan insentif fiskal sebagaimana diatur dalam Pasal 101 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, yang mengamanatkan dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi, Gubernur/BupatiMali Kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya, dan ditindaklanjuti dengan pasal 99 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang mengamanatkan bahwa insentif fiskal dapat diberikan atas permohonan Wajib Pajak (WP) atau diberikan secara jabatan oleh Kepala Daerah berdasarkan pertimbangan: kemampuan membayar wajib pajak; kondisi tertentu objek pajak; mendukung dan melindungi pelaku usaha mikro dan ultra mikro; mendukung kebijakan daerah untuk mendukung program prioritas daerah; dan mendukung kebijakan pemerintah dalam pencapaian prioritas nasional.

Selanjutnya memperhatikan faktor: kepatuhan membayar dan pelaporan pajak oleh wajib pajak selama 2 tahun terakhir; kesinambungan usaha WP; kontribusi usaha dan penanaman modal wajib pajak terhadap perekonomian daerah dan lapangan kerja; faktor lain yang ditentukan oleh kepala daerah.

“SE dari Mendagri sudah cukup tidak perlu ada surat edaran lain. Karena kami ketahui ada informasi PJ Gubernur DKI Jakarta meminta adanya SK dari Kementerian Keuangan yang tadi sudah dikonfirmasikan bahwa SE dari Mendagri sudah cukup. Karena ini tidak hanya meyakinkan kami tetapi juga kepala daerah karena memang kepala daerah pembinanya adalah dari Kemendagri,” tutur dia.

Sumber : investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only