Wajib Pajak Klaim Kena Blokir Paspor, DJP Beri Penjelasan

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan respons soal wajib pajak yang mengeklaim mendapatkan penyitaan dan pemblokiran paspor.

Wajib pajak berinisial FI mengaku mendapatkan penyitaan dan pemblokiran paspor sejak Agustus 2023. Kuasa hukum FI, Cuaca Teger menjelaskan, penyitaan dan pemblokiran paspor ini bermula saat FI menjadi Direktur PT Simac yang memiliki utang pajak yang belum dilunasi.

“Pemblokiran dilakukan Direktorat Jenderal Imigrasi atas permintaan Dirjen Pajak sejak Agustus 2023. Namun, sejak November 2023, FI sudah bukan Penanggung Pajak karena Simac dalam proses pembubaran dan diambil alih Likuidator berinisial DG,” kata Cuaca dalam siaran pers, dikutip Kamis (1/2/2024).

Dia menambahkan informasi mengenai proses pembubaran PT Simac dan penunjukkan Likuidator juga telah diberitahukan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Cikarang, tempat perusahaan berada. Likuidator juga telah mengajukan restitusi pajak dan sedang diproses hingga saat ini.

FI, lanjutnya, telah membuat surat terbuka kepada Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak yang meminta pengembalian paspor yang disita dan pembukaan blokirnya sejak 20 November 2023.

Secara terpisah, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti menjelaskan pencegahan bepergian ke luar negeri merupakan salah satu tindakan penagihan pajak sesuai UU. No. 19/2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Direktur Jenderal Pajak dapat mengirimkan permohonan pencegahan ke luar negeri kepada Direktur Jenderal Imigrasi.

“Tindakan penagihan oleh DJP terhadap penunggak pajak adalah melakukan pencegahan pergi ke luar negeri, bukan penyitaan paspor,” kata Dwi.

Menurutnya, status pengambilalihan kurator terhadap perusahaan yang diajukan pailit juga bukan berarti beralih tanggung jawab pelunasan utang pajak dari pengurus/penanggung pajak ke kurator.

Sementara, pakar hukum pajak Universitas Gadjah Mada, Adrianto Dwi Nugroho, menjelaskan Pasal 32 ayat (1) huruf c UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bisa menjadi acuan dalam menyelesaikan persoalan wajib pajak seperti ini.

“Disebutkan, kewajiban perpajakan bagi badan dalam pembubaran akan dilaksanakan oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan,” ujarnya.

Sumber : bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only