Tax Ratio RI Babak Belur Sejak 1980, Eks Dirjen Pajak Ungkap Sebabnya!

Jakarta. Rasio pajak Indonesia ternyata mengalami tren penurunan sejak tahun 1980. Penurunan ini membuat rasio pajak atau tax ratio Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara lain di kawasan ASEAN.

Eisha M Rachbini, Ketua Center Ekonomi Digital dan UKM INDEF, mengatakan rasio pajak mengalami tren menurun sejak tahun 1980 dan kini, rasio pajak pada tahun 2022 tinggal sebesar 10,4%. Kemudian, rasio pajak 2023 mengalami penurunan menjadi 10,21%. Alhasil, rasio pajak Tanah Air mengalami ketertinggalan.

“Tax Ratio Indonesia (2021) berada di bawah negara Asia Pacific (20%) dan China (21%). Dibandingkan negara ASEAN, Vietnam, Philippines, Cambodia berkisar di level 18%, dan Thailand 16%. Sedangkan Jepang memiliki tax ratio 33% dan OECD 34%,” ujarnya dalam diskusi yang diselenggarakan Universitas Paramadina dengan tema “Masalah APBN, Utang dan Tax Ratio Rendah: PR Presiden yang Akan Datang”, Selasa (5/2/2024).

Rasio pajak Indonesia memang melandai dalam 20 tahun terakhir. Angka tax ratio bahkan lebih rendah daripada negara tetangga, seperti Malaysia, Vietnam, hingga Vanuatu.

Dalam catatan OECD, negara ASEAN dengan tax ratio tertinggi pada 2021 adalah Vietnam yakni 22,7% disusul kemudian Filipina (17,8%), Thailand (16,5%), Singapura (12,8%), dan Malaysia (11,4%).

Sementara itu, negara pasifik seperti Vanuatu memiliki tax ratio sebesar 14,2%, Samoa sebesar 25%, dan Maladewa sebesar 19,1%. Negara Asia dengan tax ratio tertinggi adalah Jepang yakni 31,4%.

Hadi Poernomo, Dirjen Pajak periode 2001 – 2006, mengungkapkan Bung Karno pernah menyebutkan dalam satu peraturan pengganti UU No.2/1965 khususnya pasal 12 ayat 2 yang menyatakan bahwa, pajak atau penerimaan negara itu sukses kalau ditiadakan rahasia bagi aparatur pajak.

Dia juga mengingatkan bahwa pada 1 Januari 1984, Presiden Soeharto mengubah Undang-undang Perpajakan yang sebelumnya Official Assesment di mana pemerintah menentukan jumlah pajak dari wajib pajak, menjadi self assessment.

“Jadi wajib pajak diberi kesempatan menghitung sendiri pajaknya, membayar sendiri, dan melapor sendiri pajaknya,” ungkapnya.

Alhasil, Hadi menilai data-data di atas bisa menunjukkan mengapa tax ratio Indonesia tidak bisa mencapai angka maksimal.

Sekarang, yang dihitung adalah SPT dimana petugas pajak tidak mempunyai monitoring untuk menguji benarkah jumlah, item, sumber-sumber keuangan di SPT.

“Dari situlah timbul terus persoalan seolah-olah terjadi macam-macam. Padahal itulah kesempatan yang diberi UU, untuk tidak ditutup.” ujarnya.

Hadi juga menjelaskan bahwa dalam UU No 9/2017 menyatakan rahasia perbankan tidak berlaku bagi Perpajakan. Demikian pula untuk rahasia bagi penanaman modal dan bank syariah, juga tidak berlaku untuk hal perpajakan.

“Itulah kekuatan dari Undang-Undang Perpajakan sekarang. Kalau saja semua pihak melaksanakan hal hal itu sesuai dengan Undang-undang, maka seharusnya tax ratio Indonesia akan tinggi sekali,” tegasnya.

Sumber : cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only