Apa Itu Automatic Exchange of Information?

DUNIA yang semakin mengglobal membuat aktivitas bisnis dan investasi tidak lagi terbendung oleh faktor teritorial. Namun, transaksi keuangan global memunculkan isu terkait dengan upaya penghindaran dan penggelapan pajak.

Isu itu muncul salah satunya akibat tidak adanya informasi yang lengkap dan akurat perihal transaksi keuangan yang dilakukan wajib pajak di luar negaranya. Di sisi lain, untuk memperoleh informasi itu, otoritas pajak bisa terbentur dengan aturan kerahasian bank yang berlaku di negara lain.

Kondisi tersebut membuat anggota G20 bersama dengan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) melakukan upaya global untuk melakukan pertukaran informasi antarnegara secara otomatis atau disebut Automatic Exchange of Information (AEoI).

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan AEoI?

Definisi
MERUJUK pada IBFD International Tax Glossary (2015), AEoI adalah pertukaran informasi yang melibatkan transmisi sistematis dan periodik atas informasi wajib pajak yang dilakukan secara ‘massal’ oleh negara asal ke negara tempat wajib pajak terdaftar sebagai residen pajak.

Informasi wajib pajak itu mengenai berbagai jenis penghasilan seperti dividen, bunga, royalti, gaji, dan pensiun. Informasi yang dipertukarkan otomatis biasanya dihimpun di negara asal secara rutin melalui pelaporan transaksi oleh payer yakni lembaga keuangan, pemberi kerja, dan lain lain.

AEoI juga dapat digunakan untuk mengirim jenis informasi penting lain seperti perubahan tempat tinggal, pembelian atau keberadaan harta tak bergerak, pengembalian pajak pertambahan nilai, dan lain lain.

Dengan demikian, AEoI membuat otoritas pajak negara tempat wajib pajak terdaftar sebagai residen dapat memeriksa laporan pajak (SPT) wajib pajak guna memverifikasi keakuratan atas penghasilan dari luar negeri yang telah dilaporkan.

Payung Hukum
PAYUNG hukum sistem AEoI di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang No.9/2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang.

Selain itu, pemerintah juga telah mengundangkan PMK No.70/PMK.03/2017 s.t.d.t.d PMK No. 19/PMK.03/2018 sebagai petunjuk teknis mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Pasal 1 angka 2 PMK No.70/PMK.03/2017 s.t.d.t.d PMK No. 19/PMK.03/2018 mendefinisikan pertukaran informasi keuangan atau selanjutnya disebut sebagai pertukaran informasi sebagai berikut:

“Kegiatan untuk menyampaikan, menerima, dan/atau memperoleh informasi keuangan yang berkaitan dengan perpajakan berdasarkan Perjanjian Internasional, yang bertujuan untuk:

  1. mencegah penghindaran pajak;
  2. mencegah pengelakan pajak;
  3. mencegah penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda oleh pihak-pihak yang tidak berhak; dan/atau
  4. mendapatkan informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.”

Adapun berdasarkan Pasal 1 angka 1 PMK No.70/PMK.03/2017 s.t.d.t.d PMK No. 19/PMK.03/2018, perjanjian internasional adalah:

“Perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional, yang antara lain mengatur pertukaran informasi mengenai hal yang berkaitan dengan perpajakan, meliputi:

  1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
  2. Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement);
  3. Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters);
  4. Persetujuan Multilateral Antar-Pejabat yang Berwenang untuk Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis (Multilateral Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account Information);
  5. Persetujuan Bilateral Antar-Pejabat yang Berwenang untuk Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis (Bilateral Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account Information);
  6. Persetujuan Antar-Pemerintah untuk Mengimplementasikan Undang-Undang Kepatuhan Perpajakan Rekening Keuangan Asing (Intergovernmental Agreement for Foreign Account Tax Compliance Act); atau
  7. perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.”

Sementara itu, berdasarkan Pasal 1 angka 4 PMK No.70/PMK.03/2017 s.t.d.t.d PMK No. 19/PMK.03/2018, pertukaran informasi secara otomatis adalah “pertukaran informasi yang dilakukan pada waktu tertentu, secara periodik, sistematis, dan berkesinambungan atas informasi keuangan yang disusun berdasarkan CRS.”

Merujuk Pasal 1 angka 3 PMK No.70/PMK.03/2017 s.t.d.t.d PMK No. 19/PMK.03/2018 yang dimaksud dengan CRS atau Common Reporting Standard atau standar pelaporan umum adalah:

“Standar pelaporan untuk pertukaran informasi secara otomatis yang tercantum dalam batang tubuh bagian II.B dan penjelasan (commentaries) bagian III.B Standard for Automatic Exchange of Financial Account Information in Tax Matters, beserta perubahannya.”

Secara ringkas, CRS berisikan aturan mengenai pengumpulan data dan pelaporan informasi keuangan. Melansir laman OECD, CRS dikembangkan sebagai tanggapan atas permintaan G20 dan telah disetujui oleh Dewan OECD pada 15 Juli 2014.

CRS menetapkan informasi akun keuangan yang akan dipertukarkan, lembaga keuangan yang diwajibkan untuk melaporkan, berbagai jenis akun dan pembayar pajak yang dicakup, serta ketentuan umum mengenai prosedur yang harus diikuti oleh lembaga keuangan.

Simpulan
AEoI merupakan rencana dari anggota G20 dan diinisiasi oleh OECD. Sistem kerja AEoI melalui pertukaran data keuangan warga negara asing yang tinggal di sebuah negara. Pertukaran data keuangan tersebut dilakukan dilakukan antar-otoritas pajak yang berwenang di setiap negara. (Bsi)

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only